Polemik Pajak Alat Berat Terus Dibahas

- Sabtu, 9 November 2019 | 20:57 WIB

SAMARINDALumsum payment tunggakan pajak alat berat tambang batu bara sebelum putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa diputihkan begitu saja.

“Utang pajak itu tercatat setiap proses APBD, ya harusnya tunggakan itu dilunasi,” ungkap Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK, beberapa waktu lalu.

Mantan bupati Berau itu berharap, instansi terkait (Bapenda Kaltim) segara melakukan penagihan sisa dari piutang pajak alat berat. Namun, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan instansi dan kementerian terkait, soal utang pajak alat berat yang tak tertagih. “MK kan memberikan pertimbangan hukum pemerintah bisa menagih pajak alat berat yang tak dilakukan selama tiga tahun sebelum putusan MK,” tuturnya.

Namun, dari sisi memperjuangkan pajak alat berat ini ke DPR RI agar revisinya bisa diusulkan menjadi UU, Makmur pesimistis. Hal itu lantaran tiap tahun ada instruksi Permendagri saat menyusun perda dan belanja APBD. “Instruksi pertama tak boleh membebani dunia usaha berlebihan, yang kedua tak boleh membebani masyarakat,” ujar politikus Golkar ini.

Pengamat Hukum SDA Ahmad Redi mengatakan, soal revisi UU terkait pajak alat berat yang diusulkan ke DPR RI tak boleh menyimpang dari putusan MK. “Kalau sampai ada revisi, apa yang sudah diputuskan oleh MK itu harus diperhatikan oleh penyusun undang-undang. Supaya tidak boleh lepas, keluar dari apa yang sudah diputus, karena MK penafsir akhir dari konstitusi,” ujar pengajar Hukum Tata Negara di Universitas Tarumanagara Jakarta itu.

Dia menganggap, revisi UU tersebut jangan sampai bertentangan dengan putusan MK yang sudah ada. "Kalau menyimpang, nanti justru bisa jadi objek perkara lain untuk diajukan ke MK. Dan itu nanti berulang kali. Jadi lebih baik, apa yang sudah diputuskan oleh MK betul-betul diperhatikan oleh semua pihak,” ucapnya yang juga alumni S3 Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.

Sebagai informasi, dari Kontrak Karya (KK) dan PKP2B ada sekitar 5 ribuan alat berat yang menjadi objek pajak, bahkan pada 2016 lalu perusahaan PKP2B terbesar masih rutin menyetorkan dana lumsum payment, namun dari setoran ke rekening lumsum payment ke kas daerah terdapat selisih setor hingga dilakukan pengendapan.

Saat itu dari tiga perusahaan PKP2B setoran dana dari pajak air tanah dan alat berat KPC Rp 2.088.866.625, Kideco Jaya Rp 1.949.776.706, Berau Coal Rp 594.466.483. Dengan total kontribusi dana lumsum payment tiga perusahaan raksasa itu mencapai Rp 4.633.109.814. (adw/dns/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X