Soal Pajak Alat Berat Tambang Batu Bara, Tiga Perusahaan Tambang Raksasa Pernah Setor Rp 4 M

- Rabu, 6 November 2019 | 14:27 WIB

Potensi pajak daerah dari sektor pertambangan melalui alat berat perusahaan beberapa tahun belakang tak bisa dimanfaatkan. Padahal, jika bisa disalurkan tentunya akan menambah pundi-pundi PAD Kaltim.

 

SAMARINDAPolitikus Karang Paci mengklaim besaran APBD Kaltim merosot tajam sejak 2018. Salah satunya karena dipatahkannya pajak alat berat perusahaan penambangan batu bara dengan putusan MK No 15 PUU-XV/2017.

Sebagai informasi, putusan MK tersebut telah mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan kontraktor pertambangan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Beberapa pasal sebelumnya menyamakan alat berat sebagai kendaraan bermotor dan dikenai pajak kendaraan bermotor (PKB) lewat peraturan daerah retribusi daerah (PDRD).

“Kami berupaya menagih sejauh mana pembayaran lumsum payment sesuai UU Minerba yang ada dapat dimaksimalkan untuk PAD Kaltim, namun banyak aturan yang terganjal,” ungkap anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono, beberapa waktu lalu.

Politikus Golkar itu menyebut, banyak tunggakan alat berat yang tak bisa tertagih. Padahal sebelumnya pernah dilakukan pendataan alat berat di PKP2B, dan jumlahnya sekira 5.000 unit. “Putusan MK tersebut malah mematahkan UU 28/2009. Padahal ini berpotensi menambah pundi-pundi PAD,” ujarnya.

Dia mengaku, pihaknya sudah melakukan konsultasi ke DPR RI agar bisa membuat UU pajak alat berat. “Alat berat ini harus dikenakan pajak karena menggali SDA di Kaltim. Ojek online saja dikenakan pajak, malah alat berat tak dikenakan. Padahal, dulu alat berat sempat wacanakan pakai pelat nomor kendaraan,” keluhnya.

Ditemui terpisah, Baharuddin Demmu menerangkan, pihaknya mengindikasi ada permainan sehingga PAD ini turun. Sebab, dari temuan sebelumnya, turunnya PAD ini karena pemprov terlambat memanfaatkan pendapatan pajak dari perusahaan batu bara. “Harusnya bisa digunakan untuk pembangunan, namun pembayaran tersebut mengendap di rekening lumsum payment. Seharusnya langsung disetorkan ke kas daerah agar bisa dimanfaatkan untuk pembangunan,” ucapnya.

Sebagai informasi, pada 2016, perusahaan PKP2B terbesar masih rutin menyetorkan pajak alat berat. Namun sayangnya, saat itu tidak ada kesepakatan atau ketetapan mengenai kapan harus membayar ke biro keuangan. Ketika itu dari tiga perusahaan PKP2B setoran dana dari pajak air tanah dan alat berat KPC Rp 2.088.866.625, Kideco Jaya Rp 1.949.776.706, Berau Coal Rp 594.466.483.

Dengan total kontribusi dana tiga perusahaan raksasa itu mencapai Rp 4.633.109.814. (adw/dns/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X