Nyaris dua bulan sudah ratusan eks buruh PT Wahana Tritunggal Cemerlang (WTC) mengungsi di BPU Kecamatan Karangan, Kutim. Kesulitan makanan, terpapar penyakit, dan anak-anak tidak bisa melanjutkan pendidikan.
SANGATTA–Aksi mogok buruh PT WTC, beberapa bulan lalu, berbuntut pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dari perusahaan. Karyawan minta dipekerjakan kembali, pemkab memfasilitasi pertemuan tersebut. Sudah ada kesepakatan antara perusahaan dan buruh yang terkena PHK, beberapa waktu lalu.
Namun, sekitar 300 buruh yang sudah terusir dari mes perusahaan memilih menetap di BPU Kantor Kecamatan Karangan. Terpaksa tinggal lantaran tuntutan tak diindahkan. Tinggal sementara di BPU bukan tanpa izin pihak kecamatan. Berharap masalah cepat selesai, justru berlarut-larut. Mogok kerja dilandasi pemotongan sepihak upah karyawan oleh perusahaan, yang dianggap tidak adil. Terlebih, pemangkasan gaji digunakan untuk pembayaran pajak, BPJS ketenagakerjaan, dan BPJS kesehatan.
Camat Karangan Madnuh membenarkan informasi, ada warga yang sementara tinggal di gedung BPU kecamatan. Menurut dia, hal itu menjadi perhatian utama. Dia berupaya membantu semampunya, dengan menggandeng organisasi kepemudaan dan organisasi masyarakat untuk memberi bantuan makanan pada warga tersebut.
"Saya koordinasi dulu dengan Pak Wabup (Kasmidi Bulang). Tetap berusaha menyelesaikan dengan cara yang terbaik," ujarnya saat dikonfirmasi, kemarin (5/11). Sejumlah permasalahan sosial lainnya dikhawatirkan timbul. Sebab, minimnya tempat MCK digadang-gadang menjadi sumber penyakit. Tidak hanya itu, perihal kesehatan dan pendidikan menjadi polemik yang turut dipikirkan. Sejumlah anak terpaksa tidak melanjutkan pendidikan, camat juga berupaya mencarikan pekerjaan bagi buruh yang memiliki anak. "Saya minta puskesmas datang setiap pagi mengecek kondisi mereka," sambungnya.
"Mereka sudah terlalu lama tinggal di gedung BPU, mungkin masyarakat lain juga ada yang perlu gedung tersebut," tegas Madnuh.
Senin lalu, Kasmidi menyampaikan, pihaknya berupaya untuk mencari solusi menangani permasalahan tersebut. "Camat harus aktif, pisahkan mana yang mau bekerja lagi, demo silakan, tapi harus ada batasan waktunya. Kami hanya membantu menjembatani, karena perusahaan sudah mau terima mereka kembali," jelasnya.
Dia meminta penyelesaian itu rampung pekan ini. Terlebih, kantor camat bukan tempat menginap. Sebab, hal itu berdampak dan merambat ke permasalahan sosial lainnya. "Satu atau dua orang boleh, kalau ratusan ya enggak layak. Bukan perkara mengganggu kinerja, tapi kami kasihan. Menganggur tidak bekerja, kehidupannya seperti itu," ungkapnya.
"Kami masih menelusuri, masalah krusial yang membuat mereka tidak ingin masuk kerja lagi. Sebelumnya, mereka sudah dijembatani dengan perusahaan dan bersedia menampung mereka kembali, tapi mereka (buruh) tidak mau masuk," tegasnya.
"Kami pemerintah tugasnya mencari solusi untuk menengahi mereka. Saya sudah minta camat urus itu. Segera kumpulkan, tanyakan kenapa tidak mau masuk," tutupnya. (*/la/dra2/k8)