Pesut Mahakam Semakin Terancam, YK-RASI Usul Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan

- Selasa, 5 November 2019 | 13:20 WIB

Hari ini (5/11) adalah Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Bagaimana kondisi satwa endemik di Kaltim? Khususnya, pesut mahakam yang sudah jarang ditemukan.

 

NOFIYATUL CHALIMAH, Kukar

BELAKANGAN ini, pesut mahakam lebih sering muncul di kawasan Kutai Kartanegara (Kukar). Meski begitu, tetap tidak mudah melihatnya karena populasinya makin berkurang. Saat ini diperkirakan hanya ada 80 ekor.

Co-Founder Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (YK-RASI) Danielle Kreb mengatakan, pesut mahakam jadi satwa yang terancam, baik langsung maupun tidak langsung.

Ancaman langsungnya, pesut bisa terperangkap di rengge atau nelayan yang mencari ikan dengan setrum. Sedangkan ancaman tak langsung adalah ancaman ekosistem di sungai.

Polusi air sungai menjadi ancaman. Baik polusi karena limbah rumah tangga hingga limbah perusahaan. Apalagi, lalu lalang kapal ponton di sungai tempat pesut mahakam tinggal berisiko. Sebab, hewan ini memanfaatkan gelombang sonar untuk melihat.

Ikan itu bisa terganggu dengan keberadaan kapal ponton. Maka, pesut pun saat ini banyak ke sungai kecil atau pinggir rawa. Selain itu, tak sedikit perusahaan tambang dan perkebunan sawit yang membuang limbahnya ke saluran yang terhubung ke sungai.

Jadi, kandungan logam berat pada air sungai cukup tinggi. Pada survei kualitas air 2017 hingga 2018,  yang dilakukan RASI, hasil dari uji kualitas air menunjukkan bahwa beberapa anak sungai memiliki konsentrat tinggi dari logam berat yang sangat berbahaya untuk kesehatan masyarakat maupun pesut.

Seperti kadmium dan timbal yang melampaui baku mutu hingga 23 kali dan merupakan kasus yang terparah. Kondisi pencemaran di habitat inti pesut di anak Sungai Kedang Rantau dan Kedang Kepala, serta habitat musiman pesut di Sungai Kedang Pahu sangat mengkhawatirkan.

Pasalnya, pencemaran logam berat sangat membahayakan kesehatan pesut dan manusia yang makan ikan dari sungai tersebut. Jika polusi ini mengancam ikan-ikan kecil, pesut mahakam juga terancam.

Diungkapkan Danielle, kematian pesut paling parah terjadi pada 2018. Saat itu, 10 pesut mati. Bersamaan dengan itu, banyak pula ikan baung mati.

"Berarti, kemungkinan pencemaran air saat itu cukup gawat. Kan pesut makan ikan-ikan kecil, kalau ikannya tercemar, ya berdampak pada pesut mahakam juga," kata Danielle.

Sedangkan dari awal hingga awal November 2019 ini, sudah ada empat pesut mati. Penyebabnya beberapa terjerat jaring alias rengge. Melihat kondisi pesut mahakam yang kian mengkhawatirkan, pihaknya pun mengajukan pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP).

Kawasan ini melingkupi empat kecamatan, yakni Kota Bangun, Muara Wis, Muara Kaman, dan Muara Muntai. Di dalamnya, ada 27 desa. “Saat ini proses pengajuan sudah di bagian hukum Pemkab Kukar. Waktu zaman Bupati Rita, beliau sudah menanggapi dengan positif rencana ini, tinggal menindaklanjuti. Setelah rekomendasi dari bupati nanti, kami ajukan ke kementerian," sambung Danielle.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X