Pasar Global Melambat, Manufaktur Tersendat

- Senin, 4 November 2019 | 12:43 WIB

JAKARTA– Kinerja manufaktur pada kuartal III tahun ini melambat. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada kuartal III tahun ini hanya mencapai 4,35 persen (yoy). Laju pertumbuhan produksi IBS tersebut lebih rendah daripada performa kuartal III 2018 yang tercatat 5,04 persen (yoy).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, perlambatan kinerja manufaktur itu dipengaruhi faktor global. ’’Tentu, secara global, memang terjadi dan itu world wide (secara global, Red),’’ katanya akhir pekan lalu.

Ditambah, beberapa negara juga mulai memberlakukan proteksionisme dagang. Salah satunya, Vietnam yang memberlakukan aturan impor mobil completely built-up (CBU). Dalam aturan tersebut, Vietnam mewajibkan setiap perusahaan yang melakukan impor mobil baru utuh untuk mencantumkan vehicle type approval (VTA) dari negara asal. ’’Jadi, mereka berharap kami merakit di sana, bukan dalam bentuk CBU,’’ imbuhnya.

Pemerintah RI pun akan bergerak cepat untuk melindungi pasar dalam negeri. Selain itu, pemerintah akan mencari komoditas-komoditas pengganti sebagai alternatif. ’’Jadi, jangan sampai kita genjot ekspor, tapi impor kita juga naik. Kami akan coba mendorong ekspor dengan subsitusi impornya,’’ ucap Airlangga.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, untuk menaggulangi perlambatan itu, pihaknya tetap berfokus pada upaya penerapan revolusi industri keempat yang disusun dalam peta jalan Making Indonesia 4.0 sejak tahun lalu. ’’Indonesia punya pasar yang besar. Ini menjadi potensi untuk memacu produktivitas industri kita. Pemanfaatan teknologi industri 4.0 akan mendorong itu secara lebih efisien,’’ jelasnya.

Sementara itu, produksi industri manufaktur mikro dan kecil di Jatim pada kuartal III 2019 masih tumbuh positif. Secara year-on-year (yoy), pertumbuhan industri kecil mencapai 6,67 persen. Industri pengolahan tembakau tumbuh paling pesat. Yakni, 115,6 persen (yoy). Diikuti industri percetakan dan reproduksi media rekaman yang tumbuh 34,11 persen (yoy) serta industri makanan yang tumbuh 30,76 persen (yoy). ’’Di luar itu, ada industri manufaktur mikro dan kecil yang terkontraksi lebih dari 10 persen,’’ tutur Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim Teguh Pramono pekan lalu.

Industri yang turun itu, antara lain, industri farmasi, obat dan obat tradisional (-26,19 persen); industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki (-18 persen); serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (-11,68 persen). Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jatim Difi Ahmad Johansyah menuturkan, secara umum, Jatim sebenarnya masih mempunyai potensi dalam hal industri kecil. ’’Banyak dari industri kita yang lebih bisa tumbuh. Itu salah satu penopang ekonomi Jatim.’’ ujarnya. (dee/rin/c5/oki)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X