Kesehatan Alfin Lestaluhu menurun saat berada di pengungsian akibat jarang tidur dan pola makan yang tak teratur. Padahal, pelatih sudah menyiapkan posisi bek kanan untuk dia seandainya sembuh.
FAIZAL LESTALUHU, Ambon–FARID S. MAULANA, Jakarta, Jawa Pos
—
SEOLAH baru kemarin Erwin Syahril Al Thalib Lestaluhu menjemput sang buah hati ke bandara. Memeluknya hangat, mencium keningnya, menumpahkan kerinduan karena berbulan-bulan tak berjumpa.
Sekaligus meluapkan kebanggaan. Sebab, Alfin Lestaluhu, sang buyung, baru saja jadi bagian integral tim nasional (timnas) U-16. Tim asuhan Bima Sakti itu sukses meraih tiket ke putaran final Piala AFC U-16 tahun depan di Bahrain setelah menjadi runner-up grup G di Stadion Madya, Jakarta.
Tapi, sekitar sebulan setelah momen membahagiakan di Bandara Pattimura, Ambon, Maluku, pada 24 September lalu itu, Erwin harus tenggelam dalam kedukaan mendalam. Kamis malam lalu (31/10), pukul 22.11, sang putra kebanggaan berpulang di RS Harapan Kita, Jakarta.
Radang otak merenggut nyawa bek timnas U-16 tersebut. Kemarin siang remaja 15 tahun itu dimakamkan di kampung halaman, di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kampung Baru, Block 2000, Desa Tulehu, Salahutu, Maluku Tengah.
”Anak saya datang ke Tulehu dua hari sebelum gempa terjadi dan saat gempa dia masih bisa evakuasi ke gunung. Mungkin yang bikin Alfin drop itu tidurnya tidak betul dan makan tidak teratur (selama mengungsi, Red),” ungkap Erwin, ayah Alfin, dengan mata masih sembap, kepada Ambon Ekspres yang melayat ke rumah duka kemarin.
Alfin bek kanan berbakat. Tak hanya kuat bertahan, insting menyerang pemain dengan kemampuan dribbling prima itu juga tinggi. Dia menyumbangkan satu gol saat Indonesia menghajar Filipina 4-0 dalam laga pertama kualifikasi Piala AFC U-16 grup G.
Saat Alfin dirawat di rumah sakit di Ambon, kemudian dipindahkan ke Jakarta, pelatih Bima Sakti bahkan sengaja tak memanggil bek kanan baru di tim asuhannya. Sebab, dia sudah menyiapkan tempat tersebut untuk Alfin.
”Dia layak, tapi Tuhan punya jalan lain untuk Alfin,” ungkapnya.
Dua hari setelah kepulangan Alfin ke Tulehu, Ambon diguncang gempa berkekuatan 6,5 skala Richter. Alfin dan keluarga selamat. Rumah mereka pun tak hancur. Tapi, mereka harus tetap mengungsi.
Erwin membantah kabar bahwa sang anak mengalami benturan di kepala saat gempa terjadi. Yang jelas, semasa di pengungsian, lindu terus mengguncang. Hampir tiap dua jam.
Alfin, kenang sang ayah, jadi susah tidur di pengungsian. Pola makan anak pertama di antara empat bersaudara itu pun ikut tidak teratur.
Tapi, tak sekali pun Alfin mengeluh. Kegiatan rutinnya mengaji dan salat. ”Karena itu, kami anggap semua baik-baik saja,” katanya.