Tanpa Banding-Kasasi, Rita Ajukan PK

- Jumat, 1 November 2019 | 11:14 WIB

JAKARTA–Kasus suap dan gratifikasi yang membelit mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Dengan vonis 10 tahun penjara. Meski menerima hukuman tanpa menempuh banding ataupun kasasi, Rita yang juga terbukti menerima gratifikasi Rp 110 miliar, dinilai masih berhak melakukan upaya hukum luar biasa; peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Hal itu diungkapkan ahli hukum pidana asal Universitas Al Azhar, Jakarta, Suparji Ahmad, Kamis (31/10). Suparji yang dihadirkan pihak Rita sebagai saksi ahli sidang permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, berpendapat bahwa kasus terpidana korupsi mengajukan PK tanpa banding atau kasasi juga sempat dilakukan mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dan mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman.

“Buktinya, PK Patrialis dan Irman dikabulkan, padahal mereka tak banding atau kasasi,” ucap Suparji, menjawab pertanyaan Sugeng, penasihat hukum Rita.

Intinya, Suparji menambahkan, selama dirasa ada kekeliruan hakim atau kekhilafan penerapan hukum atas putusan, seorang terpidana berhak mengajukan PK. “Konteksnya, cari alat bukti baru (novum), bukan siasati proses hukum,” tambah saksi berkemeja putih itu.

Mengacu putusan PK Patrialis, sambung Suparji, disebutkan mantan menteri Hukum dan HAM itu hanya menerima suap USD 10.000, bukan USD 20.000 seperti yang didakwakan jaksa KPK sebelumnya. Perlu diketahui, setelah mengajukan PK, hukuman Patrilis turun dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara.

Sedangkan putusan PK Irman yang terbelit perkara suap Rp 200 juta dalam pembelian gula impor di Perum Bulog, hukumannya dikorting jadi 3 tahun dari sebelumnya 4,5 tahun penjara.

Berdasar putusan Patrialis tersebut, Suparji berpendapat, jika seorang terpidana punya bukti telah terjadi penghitungan ganda gratifikasi yang dituduhkan pada dirinya, hal itu masuk kualifikasi kekeliruan hakim yang bisa dijadikan dasar pengajuan PK. Sugeng sebelumnya menyebut penghitungan ganda dialami dalam kasus gratifikasi Rita. Dari gratifikasi Rp 110 miliar, menurut penghitungan tim penasihat hukum, Rita hanya menerima sekitar Rp 60 miliar.

Jaksa KPK Ahmad Burhanuddin mempertanyakan sumber informasi yang dijadikan acuan Suparji, bahwa pertimbangan pengurangan hukuman PK Patrialis disebabkan adanya perbedaan penerimaan nilai suap. Sebab, hingga sidang kemarin, KPK belum menerima salinan putusan lengkap Patrialis maupun Irman dari MA.

“Saya membaca dari media ada kesalahan penerapan pasal. Bukan dari putusan (PK) secara keseluruhan,” akunya.

Tak seperti biasanya, Rita memilih menghindar saat ditanya alasannya mengajukan PK. Pernyataan terkait PK hanya disampaikan melalui pengacara. Sugeng menyebut, PK merupakan hak terpidana yang diatur KUHAP karena merasa mengalami ketidakadilan. Disebutkan pula, PK diajukan bukan karena Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar yang dikenal sangat tegas terhadap koruptor, telah pensiun. (pra/dwi/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X