Mengaku hanya ingin meningkatkan nilai curriculum vitae-nya, Lisda Ainiya, alumnus ITK tak mengira dirinya akan menampilkan hasil karyanya di Negeri Sakura.
Mengamati isi curriculum vitae, membuatnya berkecil hati. Tertulis hanya satu lomba yang pernah diikuti, Lisda membulatkan tekad di akhir masa kuliahnya. Ia pun mengikutsertakan karya ilmiah miliknya pada salah satu kompetisi paper berbasis sains dan teknologi, yang diselenggarakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia di Tokyo Institute of Technology (PPI Tokodai).
Bagai memenangkan lotre, gadis berhijab ini berhasil lolos seleksi. Padahal, ia meng-submit paper-nya di menit-menit terakhir pendaftaran. Dia sudah pasrah jika memang tidak lolos, hanya bergantung pada nasib.
Nyatanya tak hanya melewati pada tahap seleksi, dia berhasil melalui semua tahap yang ada. Hingga ia diberangkatkan ke Tokyo, didampingi dua perwakilan dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Evvy Kartini dan Wagiyo selaku pembimbing.
Di sana, dia memberikan inovasi terbaru terkait baterai Li-ion yang merupakan baterai dengan kualitas yang paling baik. Inovasi itu ialah mengganti komponen cair di baterai yang rawan menjadi penyebab terbakar, dengan komponen padat yang relatif aman. Berkat presentasi itu, juara dua berhasil diraihnya.
Gadis kelahiran Makkah, 21 November 1997 itu mengaku teknologi bukanlah kegemarannya saat kecil. “Dulu lebih suka matematika sih. Malah sempat menyesal kuliah keterima di fisika, bukan matematika,” ucap Lisda.
Setelah menjalani praktik kerja lapangan (PKL) di BATAN, kecintaannya pada fisika khususnya penelitian seputar baterai makin meningkat. Padahal sebelumnya, ia sempat minder karena tidak memiliki dasar tentang ilmu tersebut.
Akan tetapi, kemenangannya ternyata bukan sekadar keberuntungan. Gadis yang hobi membaca ini, menyelesaikan studinya di Institut Teknologi Kalimantan dengan predikat cum laude pada September lalu.
Kini, dirinya memiliki target bisa mendapatkan beasiswa untuk lanjut kuliah S-2. “Kalau ada (program beasiswa) penginnya sih yang masih sejalur dengan penelitian sebelumnya. Tapi, kalau emang nggak ada ya nggak masalah. Yang penting bisa fleksibel,” kata dia.
Lisda memiliki harapan, semakin banyak generasi muda Indonesia yang menaruh minat pada karya tulis, baik untuk skala nasional maupun internasional. Dengan begitu, indeks publikasi Indonesia yang tergolong rendah dapat segera meningkat. (*/okt/ms/k15)