Jong Borneo, Ini Saatnya..!! Bangkit atau Karam Songsong Ibu Kota Negara

- Senin, 28 Oktober 2019 | 10:53 WIB

Senin (28/10), tepat 91 tahun momentum Sumpah Pemuda. Para pemuda menyatukan tekadnya demi Indonesia. Merdeka! Kata itu begitu sakral. Khitahnya; melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Kemerdekaan itu kemudian didapat pada 17 Agustus 1945. Tentunya tak bisa lepas dari pengaruh dan kerja keras para pemuda.

 

DARI tanah Borneo, pergerakan pemuda di Kaltim dalam konteks pengorganisasian kaum muda secara formal baru dimulai 5 tahun setelah Kongres Pemuda II 1928. Tetapi, bila konteksnya gerakan nasionalisme atau kesadaran rasa kebangsaan, masyarakat Kaltim secara umum, tua-muda, sudah memulainya sejak 1913.

Tahun itu, sekelompok masyarakat di Samarinda mendirikan cabang Syarikat Islam. Organisasi itu, walaupun bernama Islam, tapi sifat perjuangannya adalah nasional. Bukan terbatas pada primordial etnis atau kedaerahan. Kaum pribumi yang mengenyam pendidikan memahami pentingnya bergerak lewat wadah organisasi.

Perkumpulan pemuda Kaltim belum terbentuk ketika Kongres Pemuda II pada 27–28 Oktober 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Lima tahun berselang, pada 1933 di Samarinda berdiri sebuah organisasi bernama Hard Inspanning Sport. Disingkat HIS. Pendirinya bernama Abdul Gafoor. Dia baru saja menamatkan sekolah tingkat dasar zaman Belanda di Samarinda.

Organisasi kepemudaan itu sengaja diberi nama yang terdiri atas tiga kata. Yang huruf awalnya adalah H, lalu I, dan S. Karena sekolah Gafoor adalah HIS. Akronim dari Hollandsch-Inlandsche School. Perkumpulan HIS mengadakan kegiatan belajar agama. Selain itu, mereka aktif berkesenian. Lima tahun kemudian, HIS berganti nama menjadi Persatuan Pemuda Indonesia, disingkat Perpi.

Masuk ke masa Perang Dunia II, generasi pemuda Kaltim beralih ke angkatannya Abdoel Moeis Hassan. Mei 1940, usia Moeis Hassan belum genap 16 tahun. Kala itu, dia dan kawan-kawannya antara lain Badroen Tasin, Chairul Arief, Syahranie Yusuf, menggagas pembentukan organisasi kepemudaan lokal yang berhaluan kebangsaan.

Namanya, Rukun Pemuda Indonesia atau Rupindo. Perkumpulan itu bertujuan menghimpun dan membangkitkan semangat kaum muda. Juga, menanamkan kesadaran berbangsa, berbahasa, dan bertanah air Indonesia. Rupindo eksis sampai tahun 1945. Polisi Belanda sering mengintimidasi dan menginterogasi Moeis cs. Tapi para pengurus Rupindo cerdik berkelit.

Kelak pada masa revolusi kemerdekaan, Moeis Hassan tampil sebagai pemimpin perjuangan diplomasi kemerdekaan di Kaltim dalam wadah Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan Front Nasional. Gubernur Kaltim periode 1962–1966 ini juga sedang dalam proses pengusulan sebagai pahlawan nasional.

Seiring itu, di Samarinda berdiri pula Surya Wirawan. Organisasi itu merupakan perkumpulan pemuda kepanduan, yang sekarang mirip dengan Pramuka. Ketuanya adalah Bustani HS. Dia pernah di penjara Belanda selama dua tahun. Pada 1940–1942. Landraad atau pengadilan kolonial di Samarinda memvonis Bustani HS melakukan subversif atau makar dari sebuah orasinya dalam rapat umum.

Samarinda menjadi pusat pergerakan di Oost Borneo. Nama Provinsi Kaltim tempo dulu. Karena Samarinda kala itu adalah pusat pemerintahan kolonial sekaligus pusat pendidikan dan perdagangan di timur Kalimantan. Balikpapan hanya menjadi kota minyak bagi kolonial.

Sementara itu, Tenggarong merupakan ibu kota Kerajaan Kutai Kartanegara yang tenang, relatif sepi dari hiruk-pikuk pergerakan. Khusus Samarinda, wilayah itu dikecualikan dari aturan hukum adat Kerajaan Kutai. Di Samarinda yang berlaku adalah hukum kolonial sebagai Vierkante Paal atau daerah satu pal persegi pusat pemerintah Asisten Residen Oost Borneo.

Ketentuan itu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 75 tanggal 16 Agustus 1896. Pemerintah kolonial sebagaimana penerapan politik etis, mengizinkan pendirian organisasi-organisasi pribumi di Samarinda. Namun, keputusan pemerintah kolonial mengizinkan aktivitas organisasi ini akhirnya menjadi bumerang bagi Belanda.

Dulu, para pemuda dan masyarakat tidak menyadari bahwa mereka sedang dalam cengkeraman penjajah. Kemudian dari aktivitas keorganisasian, tumbuh kesadaran para pemuda bahwa mereka harus menghentikan imperialisme bangsa asing. Kemudian, berdaulat di negeri sendiri.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X