Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim menerima laporan, ada kenaikan harga bahan pangan. Hal tersebut menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah daerah. Di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Induk harga dipastikan agar indikasi monopoli harga tidak terjadi.
SANGATTA–Harga daging sapi, ayam, dan beberapa bahan pokok lain mengalami kenaikan. Di beberapa pasar tradisional seperti Sangatta Selatan dan Sangatta Utara, sudah terjadi sejak sepekan terakhir.
Kepala UPT Pasar Induk Sangatta Utara Buhori mengatakan, beragam alasan jadi pemicu naiknya kebutuhan bahan pokok. Namun, saat ini harga tidak melebihi ambang batas. Menurut dia, masih normal dan tidak berdampak signifikan pada pembeli. Buhori menyebut tidak ada kaitan dengan perayaan Natal mendatang. "Biasanya pedagang membeli sapi dari luar Kalimantan. Kan ongkos ke Sangatta memang agak mahal. Di sini (Sangatta) tidak ada peternakan besar yang menjadi pemasok utama," katanya saat diwawancarai, kemarin (24/10).
Untuk diketahui, daging sapi yang biasanya Rp 120 ribu per kilogram, saat ini Rp 135 ribu per kilogram. Lonjakan harga juga meliputi daging ayam, tembus Rp 45 ribu per kilogram yang sebelumnya berkisar Rp 28–30 ribu per kilogram. Tidak hanya daging, kenaikan terjadi pada cabai yang sebelumnya Rp 45 ribu, sekarang Rp 55 ribu per kilogramnya. Bawang merah sebelumnya Rp 15 ribu, kini menembus Rp 22 ribu per kilogram. Hal itu disebabkan masa panen raya di Indonesia telah usai. Sehingga harga semakin melonjak.
Dikonfirmasi terpisah, Arham, pedagang daging di Pasar Induk, menuturkan kenaikan harga disebabkan biaya transportasi ke Sangatta cukup “mencekik”. Cost yang harus disiapkan harus dipertimbangkan benar-benar. Hal itu lantaran sapi didatangkan langsung dari Sulawesi. "Kadang yang datang empat mobil (pikap). Satu mobil bisa 12 ekor. Kalau rata-rata yang datang sebanyak 160 ekor. Semuanya dari Sulawesi, di Kaltim tidak ada peternakan. Makanya beli dari luar," ungkapnya. Pemerintah bekerja ekstra untuk melakukan pencegahan.
Sedangkan penjualan ayam sering naik-turun. Perubahan dapat terjadi empat kali dalam sebulan. "Naik-turun harga karena stok dari kandang lokal tidak banyak. Jadi, penjualannya berubah-ubah," ungkapnya. Yang menjadi keluhan adalah maraknya pedagang pasar tumpah yang kerap menjajakan dagangannya lebih murah dari harga pasar. Hal tersebut membuat pasar sepi dari pelanggan. Dia berharap, Pemkab Kutim mengakomodasi pedagang pinggir jalan masuk ke pasar dan tidak menurunkan harga. Padahal, lapak di pasar mencukupi jika pedagang di luar ingin berjualan di Pasar Induk. Dia berharap, dinas terkait mencari solusi agar keluhan pedagang dapat selesai. (*/la/dra2/k8)