BALIKPAPAN-Polda Kaltim melakukan langkah-langkah gangguan kamtibmas, khususnya seputar kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Berstatus sebagai warga yang tentunya wajib dilindungi.
“Semua warga negara wajib dilindungi dari tindak kekerasan,” ungkap Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Ade Yaya Suryana, kemarin. Kelompok yang pro dan kontra terhadap LGBT diminta tidak saling memprovokasi, agar tidak menimbulkan gangguan di lingkungan masyarakat.
Mantan Kapolres Paser ini menguraikan, LGBT merupakan masalah kompleks yang meliputi aspek sosial, hukum, dan sosiologi dapat menimbulkan pro-kontra di masyarakat. “Tak hanya pro kelompok LGBT yang kami lindungi, namun masyarakat yang kontra kami akomodasi,” jelasnya.
Persoalan LGBT harus dilihat dan diselesaikan secara komprehensif. “Namun tetap kami lakukan pengawasan di lapangan, agar tak terjadi gangguan,” sebut Ade.
Dari analisisnya, terlibat LGBT berpangkal dari trauma masa kecil atas tindakan kekerasan dan pelecehan seksual. Perwira melati tiga itu meminta agar anak-anak diberikan pengetahuan soal perilaku seks menyimpang.
“Ini penyakit sosial ini harus kita lawan bersama, bukan memusuhi orangnya. Peran orangtua, keluarga dan lingkungan sangat dominan mencegahnya,” paparnya.
Disinggung apakah Balikpapan atau Kaltim pada umumnya ada kelompok LGBT yang melakukan pesta seks? “Aktivitas tersebut belum kami terima informasinya,” jawabnya. Hubungan seks sesama jenis tidak dibenarkan, baik secara agama maupun adab sosial. “Ada hukumnya termasuk sanksi sosial. Semoga di Kaltim tidak ada,” harapnya.
LGBT ditentang keras di Indonesia karena hal tersebut tidak sesuai dan sangat menyimpang dari ajaran agama manapun.
Penyebab seseorang memiliki penyimpangan perilaku dalam orientasi seks tersebut di antaranya karena faktor genetik. Maksudnya, penyimpangan seksual seperti lesbian, gay, biseksual ataupun transgender bisa terjadi karena adanya riwayat keturunan dari anggota keluarga sebelumnya.
Belum lama ini ramai di media sosial beredarnya fenomena cross hijabers, yakni laki-laki yang terobsesi memakai hijab dan berdandan seperti perempuan.
Sering kali, komunitas ini ditemukan di media sosial Facebook dan Instagram. Bahkan mengenakan hijab model panjang dan lebar ala pakaian syariah. Lengkap dengan cadar untuk menutupi wajah laki-lakinya.
Polda hingga polsek sudah mengantisipasi fenomena itu agar tidak terjadi di Kaltim. Saat ditanya apakah ada indikasi keberadaan komunitas cross hijabers di Kaltim, Ade mengatakan belum ditemukan.
“Belum ada di Kaltim,” sebutnya. Pencegahan fenomena ini dilakukan sejak dini. Ade menjelaskan bahwa pihak kepolisian memiliki fungsi, seperti preventif sampai ke tingkat terendah untuk mengantisipasi adanya kelompok tersebut. (aim/ms/k15)