SAMARINDA – Laju pertumbuhan kendaraan bertolak belakang dengan lebar jalan raya di Kota Tepian. Pengaturan lalu lintas (lalin) yang efektif mesti diambil segera agar kemacetan tak terus jadi tontonan.
Kemacetan jadi tontonan rutin warga Samarinda pada jam-jam tertentu. Bahkan tak sedikit, roda dua yang bandel mengebiri hak-hak pejalan kaki demi “cepat” sampai tujuan. Sebut saja, simpang empat Jalan P Antasari, Jalan Juanda, Jalan MT Haryono, dan Jalan P Suryanata.
Lalu, Jalan Letjen Suprapto (eks Pembangunan) menuju flyover, dan tak lupa, Jalan Otto Iskandardinata (Otista), Sungai Dama yang kompleks persoalan.
Selain banyaknya debit kendaraan yang lalu-lalang, luas jalan, hingga ego pengemudi jadi alasan munculnya kemacetan di Ibu Kota Kaltim ini. Khusus Jalan Otista, persoalan pedagang kaki lima yang memakan badan jalan untuk berjualan terselip dalam daftar penyebab.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda, Ismansyah menyebut pihaknya masih menyusun kajian untuk mengurai kemacetan di beberapa ruas jalan se-Samarinda. Rekayasa lalin jadi opsi yang bisa diambil sedini mungkin. “Mau gak mau harus ditempuh, tapi efeknya hanya sesaat,” tuturnya, kemarin.
Jalan Letjen Suprapto misalnya, di persimpangan jalan dengan Jalan Anggur jelas terjadi penumpukan kendaraan karena jalan tersodet ke sisi Jalan Letjen Suprapto lain. Untuk itu, Ismansyah berencana menutup persimpangan jalan tersebut. “Termasuk persimpangan Jalan Elai, sebelum simpang empat Lembuswana,” sambungnya
Menurut dia, langkah ini bisa mengurai kendaraan yang memadat di kawasan itu. Mau tak mau, pengendara harus memutar jauh agar kapasitas jalan mampu menampung kendaraan.
Selain itu, Dishub berencana menyusun rencana induk lalin se-Samarinda. Namun, wacana tersebut baru bisa direalisasikan ketika revisi rancangan tata ruang wilayah (RTRW) Samarinda yang tengah berjalan telah rampung. “Sebab kami butuh pemetaan wilayah. Mana kawasan industri, kawasan padat penduduk jadi bisa menentukan skema arus lalin yang efektif,” ulasnya.
Hadirnya rencana induk lalin ini, sebut dia, bisa mengubah semua arus kendaraan yang ada. Tentu, semua kembali dengan adaptasi warga Samarinda dengan kebijakan tersebut. “Di Basuki Rahmat sekarang lebih lengang meski belum efektif mengurai penumpukan kendaraan,” tutupnya. (*/ryu/kri/k16)