Meski upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) akan naik tahun depan, pengusaha hotel bintang tiga hingga lima di Kaltim belum berencana menaikkan tarif sewa kamar hotel dalam waktu dekat.
BALIKPAPAN – Kenaikan UMP diketahui berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.
Berdasarkan surat edaran tersebut, kenaikan UMP dan UMK pada 2020 didasari data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) yang mengatakan inflasi nasional sebesar 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen. Kenaikan UMP atau UMK 2020 berdasarkan data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 8,51 persen.
Menggunakan asumsi kenaikan sebesar 8,51 persen itu, perkiraan besaran UMP di Kaltim dari sebesar Rp 2.747.560 menjadi Rp 2.981.378. Sementara di Kalimantan Utara, dari sebesar Rp 2.765.463 menjadi Rp 3.000.803.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Balikpapan Salman Urip mengatakan, kenaikan UMP itu tidak lantas membuat para pengusaha perhotelan bisa menaikkan tarif kamar. "Kondisi ekonomi saat ini belum membaik. Apalagi bisnis perhotelan sekarang masih belum dalam kondisi baik. Mungkin bisa naik tapi tidak lebih 5 persen," katanya.
Menurutnya, kondisi perhotelan memang merangkak positif. Tetapi masih jauh jika di banding 4-5 tahun lalu. Ada tren kenaikan tapi masih fluktuatif. Misalnya pada Agustus okupansi anjlok dan September naik tajam.
"Balikpapan ini terkenal dengan kota MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition). Tetapi, di saat kondisi seperti ini, perusahaan banyak yang melakukan efisiensi. Acara besar pun jadi jarang dibuat. Kami tergantung dari kondisi itu. Lain jika sudah menjadi kota tourism. Kami bisa mengandalkan pariwisata yang ada," tuturnya.
Okupansi hotel bintang 3-5 di Balikpapan rata-rata di angka 50-60 persen. Jika mundur beberapa tahun lalu, okupansi hotel di Kota Minyak bisa di atas 70 persen. Pengusaha perhotelan banyak berinvestasi di Kota Beriman karena Balikpapan memiliki banyak perusahaan asing.
Sekarang, sambungnya, satu per satu perusahaan asing mulai angkat kaki. Jadi memang harga mati pariwisata harus didorong. Jika seperti ini, industri perhotelan sulit bangkit. Karena hotel di Kota Minyak semakin banyak. Tiap tahunnya pasti ada hotel baru. "Kue sedikit diperebutkan orang banyak. Seperti itulah kondisi saat ini," tuturnya.
Salman berharap, pemerintah daerah bisa memberi stimulus bagi terciptanya iklim pariwisata di Kota Minyak atau di Kaltim. Sebab ia menilai sampai saat ini belum ada upaya konkret dari pemerintah.
Terpisah, Direktur Operasional Hotel Platinum Balikpapan Soegianto mengaku belum berani menaikkan tarif kamar dalam kondisi seperti ini. "Kami masih wait and see. Daya beli masyarakat masih belum membaik. Sangat berisiko jika menaikkan tarif kamar," tutupnya. (aji/ndu2/k18)