Kebakaran Lahan, Siapa yang Bertanggung Jawab?

- Minggu, 20 Oktober 2019 | 20:45 WIB

SANGATTA - Fenomena kebakaran lahan di Indonesia seolah-olah telah menjadi agenda tahunan yang kerap terjadi di musim kemarau. Meskipun pemerintah telah berupaya melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelaku pembakaran, peristiwa ini masih kembali dan terjadi lagi hampir setiap tahun khususnya beberapa daerah di pulau Sumatra dan Kalimantan.

Terhitung berdasarkan analisis citra satelit landsat 8 OLI/TIRS yang di overlay dengan data sebaran hotspot, serta laporan hasil groundchek hotspot dan laporan pemadaman yang dilaksanakan Manggala Agni yang dipublikasikan oleh website Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hingga hari ini terdapat lahan seluas 328.722,00 ha terbakar di Indonesia. Mayoritas titik api yang muncul berada di areal lahan gambut.

Gambut merupakan lapisan tanah yang terbentuk dari bahan-bahan organik seperti tumbuhan yang membusuk dan terdekomposisi dalam waktu yang cukup lama. Budaya pembukaan lahan dengan cara membakar sebetulnya sudah ada sejak zaman nenek moyang zaman dahulu.

Ghat Khaleb, Sekjen Dewan Adat Besar Krayan Hulu, Kalimantan Utara mengakui bahwa memang masyarakat Dayak di pedalaman melakukan pembakaran lahan, tapi dalam area dengan luasan yang terbatas. “hanya sekedar mencari makan untuk berkebun, itu juga sangat terkendali”, katanya.

Gat Khaleb juga mengatakan, “meski warga Dayak membakar hutan, penduduk pedalaman sangat memperhitungkan kelestarian hutan, lahan-lahan milik masyarakat sekedar untuk makan sehari-hari dan tidak untuk usaha besar”.

ia menambahkan “Hutan bagi warga pedalaman ibarat tanjung kehidupan, tanpa mengambil sebagian lahan hutan, mereka tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan cara ini telah ada sejak leluhur kami ratusan tahun lalu”.

Seorang petani sawit bernama Ajew (24 tahun) di Kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur pada Senin (4/10/2019) mengatakan bahwa masyarakat sekitar yang melakukan pembakaran lahan menurutnya tidak pernah menyebabkan asap yang merugikan orang banyak. Mereka selalu membuat parit di tepian lahan yang dibakar untuk mencegah pembakaran melebar. “Luasnya juga paling hanya satu hektaran,” ujarnya.

Selain itu dia juga menjelaskan bahwa setiap membakar lahan selalu ada beberapa orang yang bersiaga di lokasi pembakaran untuk menghalau api membesar. Meski demikian Ajew merasa tidak bisa membenarkan juga aktivitas pembakaran lahan seperti itu, karena masih beresiko menimbulkan kebakaran lahan yang lebih besar. Akan tetapi dia mengungkapkan bahwa aktivitas itulah yang menghidupi dia, orang tua dan kerabatnya selama ini sebagai pendatang di Kalimantan.

Kebakaran hutan dan lahan juga sangat erat kaitannya dengan perusahaan perkebunan. Meski tidak semua, tapi ada sebagian perusahaan perkebunan yang selama ini telah menyumbang kabut asap akibat pembersihan lahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan harus membabat hutan untuk membangun sebuah perkebunan. Karena biayanya yang mahal, tidak sedikit pengusaha mengambil jalan pintas membuka ratusan hektar lahan dengan cara dibakar. Hasilnya memang cepat dan signifikan, akan tetapi dampak yang ditimbulkan sangat mengerikan, mulai dari kerusakan ekosistem hingga kabut asap berkepanjangan.

Kebakaran hutan di mata sebagian perusahaan perkebunan menjadi hal yang mendapatkan perhatian khusus. Seperti yang dilakukan oleh PT Multi Kusuma Cemerlang (MKC) di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Menurut Kepala Bidang Konservasi PT MKC, Rohimanfir pada Rabu, (2/10/2019) “PT MKC berkomitmen untuk menjaga kelestarian dan mencegah kerusakan ekosistem alam yang diakibatkan oleh pembakaran lahan hingga penebangan liar. Salah satu bentuk kongkrit pencegahan kebakaran hutan dan lahan ini di antaranya adalah disediakannya kendaraan dan alat pemadam kebakaran lengkap yang dimiliki oleh PT MKC.”

Rohimanfir juga mengatakan bahwa tim pemadam kebakaran PT MKC Bersama masyarakat melakukan pemadaman intensif terhadap lahan yang terbakar di sekitar perusahaan yang disebabkan oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab. Pada 22 September lalu dikatakan bahwa mereka mengamankan satu orang pelaku pembakaran lahan berinisial D (35) yang diamankan ke Polsek Bengalon. Menurutnya pelaku sudah diangatkan beberapa kali sebelum akhirnya diamankan ke kantor polisi.

Kondisi sebagian besar lahan gambut Indonesia yang sudah tidak lagi prima seharusnya menjadi perhatian berbagai pihak mengingat potensi kebakaran lahan di Indonesia sangat rentan terjadi di musim kemarau. Perbaikan ekosistem hutan dan lingkungan harus terus dilakukan, bukan hanya mengeksploitasi potensi sumber daya alam yang kita miliki. Jangan sampai peristiwa karhutla terus menjadi tamu tahunan yang terus menghantui sebagian masyarakat Indonesia bahkan hingga ke negri jiran. Semoga penderitaan para korban asap kebakaran bisa menjadi pelajaran dan perbaikan bukan sekedar perang kepentingan para peraup keuntungan.

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X