Apakah Proyek Pemindahan IKN Bakal Ada Dikorupsi...??

- Sabtu, 19 Oktober 2019 | 11:37 WIB

Proyek infrastruktur kerap jadi lahan “basah”. Menggunakan “pelicin” agar memenangi proses tender.

 

BALIKPAPAN-Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap proyek infrastruktur sudah jamak. Maka ketika lembaga antirasuah itu mengungkap kasus tersebut di Kaltim pada Selasa (15/10) lalu bukan suatu yang hal mengejutkan bagi sejumlah pihak. Meski kinerja KPK diapresiasi, tapi sangat disayangkan kasus tersebut terjadi di Benua Etam.

Pengamat hukum Piatur Pangaribuan menilai, belum ada cara ampuh untuk memutus mata rantai tindak pidana suap tersebut. Apalagi upaya OTT yang dilakukan KPK bakal semakin terbatas. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Dalam revisi undang-undang, upaya OTT bakal menemui jalan terjal. Di mana penyadapan yang menjadi awal dimulainya kegiatan tangkap tangan memerlukan persetujuan Dewan Pengawas KPK. “Bakal semakin sulit untuk membuat para pelaku tindak pidana korupsi jera,” kata dia kepada Kaltim Post.

Walau pesimistis tindakan suap terhadap lelang proyek bisa diberangus, rektor Universitas Balikpapan (Uniba) itu masih punya solusi lain. Melalui komitmen dari pejabat yang berkenaan dengan proyek kegiatan. Jikalau pimpinan tertinggi dalam instansi pemerintahan itu bisa memberikan contoh, maka bawahannya akan segan untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Pria kelahiran Asahan, 30 Mei 1973 itu menuturkan tindakan suap yang dilakukan pengusaha untuk memenangkan tender itu memiliki dampak yang besar. Spesifikasi proyek infrastruktur yang dikerjakan menjadi berkurang. Sehingga kualitasnya menjadi buruk. Dan akhirnya banyak infrastruktur yang tidak bertahan lama. Bahkan tak bisa digunakan. Hingga mangkrak.

Piatur mengungkapkan, dalam rangka pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kaltim, tentu proyek infrastruktur gencar dilakukan. Sehingga berpotensi menjadi proyek bancakan dari oknum yang ingin memanfaatkan kegiatan pembangunan di calon IKN baru nanti. Yakni Kecamatan Sepaku di Penajam Paser Utara (PPU) dan Samboja di Kutai Kartanegara (Kukar).

“Mendorong penegak hukum sudah bosan. Saran saya, perlu ada keterlibatan masyarakat pegiat antikorupsi dan akademisi untuk mengawasi. Karena potensi pembangunan infrastruktur dikorupsi saat pemindahan IKN cukup besar. Dan yang dirugikan lagi, masyarakat Kaltim,” pesannya. 

Sementara itu, pengamat hukum lainnya dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Nur Arifudin menerangkan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk memutus mata rantai suap. Dalam lelang pengadaan infrastruktur. Mulai upaya preemtif (imbauan), preventif (pencegahan) hingga represif (penindakan). “Tiga pola itu harus dilakukan. Kalau hanya satu aja, maka enggak efektif,” kata dia, kemarin.

Nur melanjutkan, upaya preemtif bisa dilakukan melalui lingkungan terdekat. Dalam hal ini keluarga. Harus ada edukasi dalam keluarga, untuk tidak melakukan tindakan korupsi sekecil apapun. Lalu upaya preventif melalui pencegahan internal di institusi terkait, yang harus dimaksimalkan.

Melalui audit yang dilakukan lembaga pengawasan internal instansi. Dengan kemampuan analisis seperti KPK. Sehingga, jika ada indikasi korupsi yang dapat menimbulkan kerugian negara, bisa dilakukan upaya pengembalian. “Kalau tidak bisa mengembalikan bisa diberhentikan jadi jabatannya. Sampai kemudian bisa direkomendasikan diberhentikan dari PNS, misalnya. Dan penyitaan hartanya,” jelas dia. 

Wakil dekan Fakultas Hukum (FH) Unmul itu melihat pengawasan internal di institusi masih belum sesuai harapan. Sehingga semua bertumpu pada upaya represif. Untuk menindak oknum pejabat yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Sementara rasio aparat penegak hukum, baik itu KPK, polisi maupun kejaksaan dengan masyarakat jumlahnya tak sebanding. Sehingga bisa menimbulkan anggapan seolah kasus korupsi tidak ada habisnya. Karena upaya preemtif, preventif hingga represif yang belum berjalan baik. “Dulu korupsi dikenal di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten/kota. Sekarang korupsi juga sudah sampai tingkat desa, karena adanya alokasi dana desa (ADD),” paparnya. 

Mengenai potensi besarnya tindak pidana korupsi saat pembangunan infrastruktur fisik IKN di Kaltim, Nur berpesan perlunya mempersiapkan infrastruktur tentang penegakan hukum. Sebelum melakukan infrastruktur pembangunan fisik. Di mana pada infrastruktur penegakan hukum, secara pencegahan sebenarnya sudah disiapkan pemerintah melalui sistem pengendalian internal pemerintahan (SPIP).

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X