Kasus Hukum NPC Terus Bergulir, Ternyata Terbit setelah Kegiatan

- Jumat, 18 Oktober 2019 | 13:32 WIB

SAMARINDA – National Paralympic Committee (NPC) Kaltim mengajukan permohonan hibah ke Pemprov Kaltim medio September 2012. Tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) setuju, hibah sebesar Rp 18 miliar pun dikucurkan Januari 2013.

Pemberian bantuan itu dinilai janggal lantaran permohonan bantuan diajukan NPC untuk persiapan atlet disabilitas Kaltim yang akan berlaga di Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) Riau. Namun, gelaran akbar olahraga lima tahunan itu dihelat April 2012. Lima bulan sebelum permohonan hibah diajukan.

Ini, jadi pertanyaan pembuka jaksa penuntut umum (JPU) Agus dan Aditya ke Fadliansyah, saksi dalam kasus hibah NPC senilai Rp 18 miliar yang bergulir di Pengadilan Tipikor Samarinda kemarin (17/10).

Fadliansyah merupakan pensiunan ASN Pemprov Kaltim. Sebelum purnatugas, sepanjang 2009–2017, posisi kepala Biro Keuangan Sekretariat Provinsi Kaltim diembannya. “Saya enggak tahu kenapa bisa seperti itu, Pak,” tuturnya di depan majelis hakim yang diketuai Lucius Sunarto bersama Parmatoni dan Anggraeni itu.

Diterangkannya, perannya dalam pemberian hibah bantuan itu hanya mencairkan bantuan sesuai hasil kesepakatan TAPD dan Badan Anggaran DPRD Kaltim. Begitu pun soal besaran yang dikucurkan.

Untuk verifikasi kelengkapan berkas pun kewenangan biro sosial, bukan biro ekonomi yang diketuainya. Memang posisinya, secara ex officio merangkap sebagai bendahara umum TAPD. “Tapi, urusan verifikasi kelayakan dan penentuan bukan bidang saya,” lanjutnya.

Pencairan akan disetujuinya selama bagian lain telah setuju. “Jadi saya hanya cek. Jika syarat penerima hibah yang diproses di bagian lain lengkap, baru saya cairkan,” katanya.

Selebihnya, dia mengaku tak tahu. Begitu juga dengan hibah itu baru dikucurkan delapan bulan selepas peparnas digelar.

Kemarin, Fadliansyah tak sendiri. Ada Firman (pemilik PT Sari Borneo Utama) dihadirkan sebagai saksi. Nama badan usaha miliknya masuk daftar perusahaan penyedia makanan ketika pusat pelatihan daerah (puslatda) atlet disabilitas dikawal NPC di Samarinda.

Firman menyebut tak pernah terlibat dalam penyediaan makanan untuk kegiatan tersebut. Apalagi, perusahaannya bergerak untuk jasa penyediaan pakaian, bukan makanan. Besaran kegiatan yang dikerjakan pun tak pernah lebih dari Rp 100 juta.

“Hanya kegiatan skala kecil. Enggak sampai Rp 175 juta seperti itu. Saya pun tak tahu, kok bisa perusahaan saya masuk daftar penyedia makanan atlet itu Pak,” tukasnya.

Kedua saksi ini dihadirkan untuk kasus hibah NPC yang menyeret Ardiansyah dan Taufieq Susanto (ketua dan sekretaris panitia puslatda) sebagai terdakwa. Keduanya diduga merugikan negara Rp 2,5 miliar dari total hibah yang diterima NPC. (*/ryu/dns/k16)

 

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X