SANGATTA - Menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, sejumlah hal negatif diantisipasi oleh TNI-Polri di Kutim. Bahkan maraknya ujaran kebencian di kalangan masyarakat juga menjadi perhatian penting yang dianggap dapat memicu terjadinya perpecahan.
Salah satu ujaran kebencian pada Menkopolhukam yang terjadi di beberapa daerah telah diproses, hal itu juga menimpa salah seorang ibu rumah tangga di Kutim, yang akhirnya terbayang-bayang sanksi karena ikut nyinyiri Wiranto.
Kapolres Kutim, AKBP Teddy Ristiawan menyampaikan proses pemilu sudah cukup lama, sejak awal pendaftaran hingga dilantiknya presiden. Menurutnya sejumlah hal harus diantisipasi sejak dini. Lelaki berpangkat melati dua ini pun mengajak warga Kutim agar menjaga ketertiban daerah.
"Beberapa waktu lalu terjadi gesekkan-gesekkan, seminggu terakhir ini sering terjadi. Penembakan Menkopolhukam menyebabkan masyarakat banyak berkomentar tidak baik, yang mana hal itu juga terjadi di Kutim dan sedang kami proses," ujarnya.
Menurutnya, kasus ini tidak dapat dibiarkan. Sebab, dapat menjadi pemicu provokator bagi masyarakat lain. Kebebasan berkomentar yang diluar batas akan ditindak tegas oleh pihaknya. Sehingga, kondusifitas daerah dapat terjaga.
"Ibu itu berkomentar bahwa kejadian yang menimpa pak Wiranto merupakan rekayasa, kami mendapat laporan dan langsung memanggil pelaku. Sebenarnya dia menulis singkat, di bawah foto kejadian dia menulis "Kamera action", hal ini langsung kami tangani," jelas dia.
Tidak tanggung-tanggung, melalui media sosial tersebut, pelaku langsung diperiksa di Mako Polres Kutim. Namun hingga saat ini ibu rumah tangga itu belum ditetapkan sebagai tersangka dan masih dibebaskan.
"Pemeriksaan yang bersangkutan sudah kami mulai, tapi belum ditetapkan. Hanya saja dia bisa dikenakan sanksi UU ITE dan dibawa ke meja hijau," katanya.
Di tempat yang sama, Dandim 0909/Sgt, Letkol CZI Pabate meminta pada seluruh masyarakat agar sama-sama menjaga kedamaian. Pasalnya, hal ini bukan hanya tanggung jawab TNI-Polri, namun juga masyarakat pada umumnya.
"Kegiatan ini merupakan perencanaan matang, sejak awal pesta demokrasi dan berakhir hingga pelantikan presiden terpilih. Apel siaga ini merupakan upaya pengamanan dan wajib dilaksanakan," tuturnya.
Meski di Jakarta, sambung dia, seluruh elemen harus siaga. Indikasi gangguang dapat terjadi di semua daerah dan harus dideteksi sejak dini yang dapat mengganggu jalannya kegiatan.
"Kami sangat mengharapkan gabungan ini dapat meningkatkan kesiapsiagaan. Kita harus memaksimalkan pencegahan hal negatif," pintanya. (*/la)