Tak semua yang terlihat jahat benar-benar jahat. Kadang justru merekalah yang punya kepedulian tinggi. Kurang lebih seperti itulah gambaran film Maleficent: Mistress of Evil. Maleficent yang kerap berdandan serbahitam dan bertanduk ternyata punya hati yang lembut dan penuh cinta.
PENANTIAN lima tahun para penggemar film Maleficent berakhir kemarin (16/10). Pada 2014, mereka telah menyaksikan ketika dongeng klasik The Sleeping Beauty diubah hingga yang menjadi tokoh utama adalah Maleficent (Angelina Jolie). Dari film arahan Robert Stromberg itu, penonton menyadari bahwa si peri bertanduk punya sisi keibuan dan welas asih. Bahkan, dia tampil sebagai ibu peri (godmother) bagi Putri Aurora (Elle Fanning) alih-alih jadi penyihir kejam.
Di sekuelnya, Maleficent: Mistress of Evil, sisi keibuan Maleficent akan kembali ditampilkan. Dalam trailer, terlihat bahwa Maleficent tak setuju dengan keputusan Aurora untuk menikah dengan Pangeran Phillip (Harris Dickinson). Keadaan semakin runyam ketika Maleficent sadar bahwa ibu Phillip, Ratu Ingrith, berniat memerangi kaum peri yang dipimpin Maleficent.
Sekuel Maleficent itu diarahkan sutradara Joachim Rønning. Dalam wawancara via telepon dengan Jawa Pos beberapa waktu lalu, Rønning mengungkapkan bahwa Mistress of Evil akan lebih banyak mengeksplorasi sisi keibuan Maleficent. ’’Apalagi, sekarang Aurora sudah beranjak dewasa dan hendak menikah. Maleficent turut peduli dengan kondisi putrinya,’’ kata Rønning.
Dengan mengangkat sisi keibuan Maleficent, Rønning membuat karakter peri asal Moors tersebut lebih manusiawi. Meskipun berjudul Mistress of Evil (Penguasa Kejahatan), film itu akan menunjukkan dinamika hubungan Maleficent dan Aurora sebagai ibu dan anak.
Rønning menyebutkan bahwa hubungan Maleficent dan Aurora punya aspek emosional yang tinggi. Penonton bakal melihat betapa seorang ibu akan menjaga anaknya dari hal yang membahayakan. Kadang, keinginan sang ibu untuk memberikan yang terbaik malah berseberangan dengan keinginan sang anak. Hubungan keduanya pun teruji seperti hubungan Maleficent dan Aurora di film tersebut.
Selain itu, Mistress of Evil akan mengungkap bahwa Maleficent bukanlah satu-satunya peri bertanduk alias dark fey. Dalam trailer, kita sudah melihat ada sekumpulan dark fey yang mirip dengan Maleficent. Dia akan tahu eksistensi dirinya serta fitrahnya sebagai peri bertanduk di dunia yang dikuasai manusia.
Sementara itu, Rønning mengungkapkan, karakter Aurora mengalami pengembangan signifikan. Aurora versi Fanning lebih berani, ekspresif, dan dewasa. ’’Fanning mampu memerankan Aurora dengan citra yang lebih hidup dan matang. Apalagi, dia sekarang sudah bukan remaja lagi,’’ ujar sutradara 47 tahun tersebut.
Di trailer, kita melihat bahwa ada adegan peperangan antara pasukan Maleficent dan Ingrith. Menurut Rønning, itu merupakan highlight selain hubungan ibu-anak antara Maleficent dan Aurora. Maleficent sekali lagi akan menunjukkan kekuatannya sebagai dark fey yang gagah berani melindungi Moors, kerajaan peri kekuasaannya.
Bagian peperangan, ujar Rønning, adalah bagian yang akan merefleksikan ungkapan ’’mistress of evil’’ yang dipakai sebagai judul film. ’’Dari situ, Maleficent tetap akan menunjukkan sisi dirinya yang tak kenal ampun bagi yang mengusik kehidupannya,’’ kata sutradara asal Norwegia tersebut.
Aspek visual juga menjadi daya tarik yang menjanjikan. Kostum artistik bertaburan. ’’Maleficent akan tampil sebagai ratu yang perkasa di sini. Itu akan tampak saat dia bertemu dengan Ingrith,’’ sebut Ellen Mirojnick, desainer kostum Maleficent: Mistress of Evil.
Desain produksi ditata agar turut memanjakan mata. Misalnya, ruang kerajaan Ingrith yang mewah dan agung dalam trailer. Patrick Tatopoulos, desainer produksi, mengungkapkan bahwa timnya sudah bekerja keras untuk menghasilkan set. Setengah dikerjakan manual atau organik alias nyata, setengahnya lagi dikerjakan dengan teknik CGI. ’’Kau akan merasakan masuk ke negeri antah-berantah,’’ janjinya. (glandy burnama/c22/nda)
