Air Tinggal Selebar 5 Meter, Satu Per Satu Tukang Perahu Tumbang

- Rabu, 16 Oktober 2019 | 14:54 WIB

Di hadapan debit air yang jauh menyusut, padi gagal ditanam, ikan menghilang, dan tanggul longsor. Padahal, hujan diperkirakan baru ’’cair’’ Desember kelak.

 

TOMMY ZANUAR, Lamongan, Jawa Pos

 

WANTO hanya bisa mengangkat bahu. Sembari menjawab pelan, ’’Kalau nanti nggak ada air, ya mandek (berhenti).’’ Gurat kecemasan jelas tergambar di wajahnya. Pertanyaan Jawa Pos pada Kamis siang pekan lalu (10/10) itu memang terkait langsung dengan kondisi Bengawan Solo sisi Lamongan, Jawa Timur. Tempat Wanto mencari nafkah sebagai tukang perahu.

Perahu Wanto membantu mempersingkat perjalanan warga dari Desa Pangean, Kecamatan Maduran, ke Desa Bulutigo, Laren, dan sebaliknya. Kalau tidak, penduduk dari kedua sisi kecamatan yang ada di Lamongan itu harus memutar sejauh 7 kilometer dengan melewati Jembatan Laren.

Masalahnya, dari lebar sungai sekitar 50 meter, saat ini air hanya menggenangi bagian tengah sungai selebar 5 meter saja. Artinya, perahu Wanto sekarang tak harus berjalan jauh untuk menyeberangkan penumpang.

Tinggal memutar sedikit, perahunya sudah menyentuh daratan. Bahkan, beberapa hari lalu dia tak perlu menyalakan mesin dieselnya. Perahu cukup dibujurkan dan digeser, sudah sampai di daratan. ’’Itu terjadi pas pintu air Bendung Gerak Babat belum dibuka,’’ ujarnya sembari membantu penumpangnya naik ke getek.

Bendung Gerak Babat itu berada di perbatasan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Tuban. Dari sana pula Jawa Pos memulai penelusuran keringnya Bengawan Solo sisi Lamongan dan dampak yang ditimbulkan.

Bendungan di Desa Kendal, Kecamatan Sekaran, Lamongan, itu berfungsi mengatur distribusi air dari hulu ke hilir. Khususnya untuk wilayah Lamongan.

Meski berada di dasar sungai yang sama, kondisi antara hulu di selatan dan hilir di utara bendungan tersebut jauh berbeda. Kawasan sisi Lamongan kering kerontang. Tanahnya pun mulai mekar. Sedangkan di area selatan palang pintu air yang bisa tembus ke Tuban dan Bojonegoro tersebut, ketinggian airnya masih 2,77 meter.

Itu terjadi karena dari delapan pintu air di sana, hanya satu yang dibuka. Itu pun, seperti yang terpantau pada Kamis siang lalu, debitnya cuma sekitar 1,09 meter kubik per detik.

’’Ini kekeringan paling parah dibandingkan sebelum-sebelumnya,’’ ucap Husaima, warga Desa Duri Kulon, Kecamatan Laren.

Dan, memang demikianlah. Sepanjang penelusuran kami siang itu, tak ada pemandangan yang menyejukkan mata selain es campur dan siwalan yang dijual pedagang di tepi sawah. Sebab, semua tumbuhan gersang dan layu akibat tidak ada hujan sejak lima bulan terakhir.

Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa itu, sudah dari dulu menjadi sumber hajat hidup banyak orang. Sejak dari hulunya di Wonogiri, Jawa Tengah, hingga hilirnya di Gresik, Jawa Timur.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X