KPK Habis, Presiden Tak Kunjung Terbitkan Perppu

- Rabu, 16 Oktober 2019 | 14:32 WIB

JAKARTA– Revisi UU nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK akan berlaku besok (17/10). Hingga tadi malam (15/10), belum ada tanda-tanda Presiden Joko Widodo akan mengikuti tuntutan publik untuk menerbitkan perppu yang membatalkan revisi UU tersebut. Padahal, publik sempat menaruh harapan saat Jokowi menyatakan bakal mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perppu.

Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memberikan pernyataan abu-abu terkait penerbitan Perppu KPK. "Belum tahu. Tunggu aja nanti perkembangannya," katanya saat ditemui usai kegiatan Program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta kemarin.

Menurut Moeldoko, situasi pembahasan aturan pengganti tersebut masih dinamis. Malah, mantan panglima TNI itu menyatakan belum ada keputusan dari Presiden Jokowi. Padahal, jelas-jelas tidak sedikit masyarakat yang menolak revisi UU KPK yang telah disahkan DPR pada 5 September itu.

Demo besar-besaran mahasiswa hingga pelajar yang turun ke jalan beberapa minggu lalu dengan tegas menolak revisi UU KPK. Mereka menuntut Presiden Jokowi menerbitkan perppu untuk menyelamatkan KPK. "Kami juga mendengarkan aspirasi masyarakat. Semuanya masih proses," ujar Moeldoko.

Sikap gamang Presiden terhadap revisi UU KPK pun mendapat sindiran tajam dari Ketua KPK Agus Rahardjo. Dengan berlakunya revisi tersebut, menurut Agus matinya KPK tinggal menunggu waktu. Sindiran itu disampaikan Agus saat berbicara di depan para perwakilan pemda pada Sosialisasi Sistem Informasi Pemerintah Daerah di Jakarta kemarin (15/10).

Dalam kesempatan tersebut, Agus mengulangi penyampaian MendagriTjahjo Kumolo ntentang harapan agar di periode kedua Pemerintahan Presiden Jokowi tidak ada lagi operasi tangkap tangan. Agus pun bertanya-tanya soal itu. ’’Tidak ada OTT ini karena arah kita hanya ke pencegahan atau karena KPK-nya yang dimatikan,’’ sindirnya.

Agus menuturkan, dia sudah berupaya menanyakan kepastian nasib KPK ke depan kepada Tjahjo karena dia juga sekaligus Plt Menkum HAM. Khususnya, kepastian apakah Presiden Jokowi jadi mengeluarkan Perppu atau tidak. Sebab, penentuan nasib KPK tinggal hari ini dan besok (17/10).

Bila 17 Oktober tidak ada Perppu yang keluar untuk membatalkan UU KPK yang baru, maka regulasi itu efektif berlaku. ’’Begitu efektif, itu yang namanya pimpinan KPK yang sekarang duduk menjabat ini sudah bukan penegak hukum lagi,’’ lanjutnya. Mengingat dalam UU yang baru itu pimpinan KPK jelas bukan penyidik dan penuntut.

Dampak yang paling terasa tentu dalam penindakan. ’’Ya mungkin tidak ada OTT lagi,’’ tutus Agus seraya menyentil bahwa aparat pemda akan senang mendengarnya. Dia berharap Mendagri mau menyampaikan hal tersebut kepada Presiden agar KPK bisa segera mendapat kepastian.

Agus mengungkapkan kunci keberhasilan KPK meng-OTT sejumlah kepala daerah dan membuktikan bahwa mereka memang korup. OTT, tutur Agus, tidak akan terjadi bila tidak ada informasi atau laporan dari masyarakat. Selama ini, laporan masyarakat berperan penting pada proses penyelidikan yang berujung OTT.

Selama ini, laporan-laporan paling akurat yang berujung OTT justru berasal dari orang-orang terdekat dari para tersangka. OTT bupati misalnya, bisa berasal dari Kepala Bappeda atau kepala dinas. ’’Biasanya kalau orang-orang ini lapor, pasti akurat. Mereka membawa barang bukti,’’ ungkapnya. Bukti-bukti yang kuat itu memperlancar OTT. Karena itu, transparansi anggaran pemda mutlak dilakukan.

Sementara itu, kelompok Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) dan Komunitas Antikorupsi melayangkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo, kemarin (15/10). Dalam surat itu mereka meminta presiden segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atas revisi UU KPK. ”Kami sangat khawatir terhadap permasalahan ini,” kata Anita Wahid, perwakilan PIA.

Puteri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu menyebut alasan PIA menuntut penerbitan perppu tersebut lantaran perempuan adalah pihak pertama yang paling dirugikan. Kemudian anak-anak. ”Ketidakmampuan masyarakat miskin mengakses pendidikan, mengakses kesehatan dan segala macam itu adalah efek yang paling nyata dari korupsi,” ujarnya.

Anita menilai revisi UU KPK yang telah disahkan menjadi UU itu adalah bentuk pelemahan KPK. Karena itu, presiden harus tegas terhadap komitmen pemberantasan korupsi dengan menerbitkan perppu. ”Bapak Presiden harus kembali menegaskan komitmen yang sudah pernah beliau ucapkan 5 tahun yang lalu yaitu menjadi garda terdepan memimpin gerakan pemberantasan korupsi.”

Terpisah, koalisi masyarakat sipil menyangsikan komitmen Presiden Joko Widodo. Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengaku tidak yakin Jokowi berani mengeluarkan perppu KPK. Pemicu utamanya, jelas dia, partai koalisi penyokong Jokowi-Ma’ruf tidak satu pun mendukung hal itu. Khususnya PDI Perjuangan sebagai partai utama. ’’Partai koalisi tidak setuju. Itu saja masalahnya,” kata Ray Rangkuti.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X