Masa Jabatan Dipangkas, Pemenang Pilkada Jangan Berharap Balik Modal

- Selasa, 15 Oktober 2019 | 11:16 WIB

BALIKPAPAN–Kebijakan memangkas masa jabatan kepala daerah terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 mendatangkan berbagai implikasi. Dari penganggaran hingga proses politik dalam menyongsong Pemilu 2024.

Pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Sonny Sudiar menyebut, dalam berbagai kemungkinan, mereka yang berlaga di Pilkada 2020 tetap akan menyambut kontestasi demokrasi dengan antusias. “Ini panggung untuk menunjukkan kemampuan mereka,” ucap Sonny.

Menurutnya, efek pemangkasan masa jabatan bakal berlaku sebagai strategi jika bakal calon kepala daerah akhirnya keluar sebagai pemenang. Dari penyesuaian masa penyusunan program kerja, hitung-hitungan soal pengembalian modal selama menjalani masa kampanye, hingga kapan waktunya muncul sebagai calon kepala daerah petahana untuk periode kedua mereka.

“Tahun pertama kepala daerah akan menghitung pengembalian modal. Masuk ke tahun kedua baru menjalankan program. Dan di tahun ketiga mereka akan masuk ke masa kampanye untuk pemilu selanjutnya,” ujarnya. Secara umum, ini akan berlaku di dua kota besar di Kaltim. Yakni Balikpapan dan Samarinda. Di mana pada Pilkada 2020 nanti calon kepala daerah cenderung bukan kepala daerah petahana yang sudah menjalani masa dua periode kepemimpinan.

Pun, jika wakil wali kota Balikpapan misalnya maju menjadi calon wali kota. “Implikasinya yang bakal dirasakan ada di masyarakat. Mereka akan cenderung kaget dengan cepatnya pelaksanaan pemilu serentak,” ujarnya. Sonny mencatat, sebenarnya yang patut menjadi perhatian adalah lembaga penyelenggara pemilu. Terutama untuk para petugas pemilu di lapangan. Yang rentan terhadap stres hingga kematian. Seperti yang terjadi pada Pemilu 2019.

“Ini yang wajib diantisipasi potensi kematian petugas pemilu di lapangan,” tegasnya. Sebagaimana diketahui, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, kepala daerah hasil pilkada serentak 2020 hanya akan menduduki jabatan maksimal 4 tahun. Hal tersebut seiring dengan perubahan kebijakan pilkada yang akan dilakukan serentak pada 2024, bersamaan dengan pemilihan presiden dan juga pemilihan umum legislatif.

Kendati demikian, kata Tjahjo, para kepala daerah tersebut akan mendapat ganti rugi. Berupa gaji. Karena tak menjalankan tugas secara penuh selama 5 tahun. "Pada 2024 mungkin ada kepala daerah yang tidak lengkap (menjabat) 5 tahun, nanti akan ada aturan khusus misalnya bisa dikurangi masa jabatannya, atau mungkin aspek-aspek lainnya akan menjadi pertimbangan, nanti bergantung rapat kami dengan DPR," kata Tjahjo Kumolo di Jakarta, pekan lalu.

Menurut dia, sesuai Undang-Undang 10/2016, para kepala daerah yang masa jabatannya tidak penuh akan memperoleh ganti rugi gaji. Namun, ia mengaku dibutuhkan sosialisasi terkait masa jabatan yang tidak penuh ini agar tidak menimbulkan kendala ke depan.

Singkatnya masa jabatan tersebut, membuat Kemendagri sudah harus mengantisipasi sejak awal tentang kemungkinan pengisian jabatan di masa transisi

Dikonfirmasi terkait hal itu, Kaharuddin, bakal calon bupati Kabupaten Paser pada Pilkada 2020 mendatang mengatakan, jika itu memang yang harus dijalani calon terpilih kelak, mau tidak mau harus dijalani dengan pengabdian yang maksimal kepada masyarakat. Salah satunya, memikirkan visi dan misi sebelum maju untuk menjabat selama 4 tahun.

"Meskipun hanya 3 tahun, kita sebagai pelayan masyarakat harus siap dengan peraturan yang dibuat pemerintah. Itu konsekuensinya jika kita memegang amanah rakyat. Artinya harus dipikirkan matang-matang program selama 4 tahun jabatan," ujar Ketua DPD Golkar Paser itu.

Pria yang kini menjabat sebagai wakil bupati Paser itu menuturkan, sebagai bakal calon, dia selalu mengikuti perkembangan isu peraturan terbaru terkait jabatan pimpinan daerah. Selama itu membantu menyukseskan program pemerintah, dia tidak mempersoalkan. Pasalnya, kebijakan tersebut bertujuan memangkas besarnya anggaran pemilu yang cukup besar.

" Kita tahu sendiri, anggaran pemilu cukup menyedot APBN dan itu berdampak pada anggaran di daerah. Jika dengan pengurangan masa jabatan kepala daerah itu solusinya, semua bakal calon harus siap," tuturnya. Dia mengakui, cukup sulit merealisasikan program pembangunan jika kurang dalam 5 tahun.

Dikarenakan tidak semua daerah memiliki anggaran besar untuk pembangunan.

"Mungkin win-win solution lainnya pemerintah pusat bisa menggelontorkan anggaran lebih maksimal ke tiap daerah. Sehingga pembangunan yang diprogramkan bakal calon bisa terealisasi selama 4 tahun jabatannya. Tapi wacana ini syukurnya sudah disosialisasikan sebelum mulai pencalonan. Sehingga tidak ada lagi alasan pemimpin daerah tidak maksimal bekerja karena masa jabatan yang dikurangi setahun," katanya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X