Anomali Politik Dinasti Pilkada 2020

- Selasa, 15 Oktober 2019 | 11:14 WIB

BALIKPAPAN-Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 berpotensi memunculkan dinasti politik baru di Kaltim. Khususnya, tokoh yang memiliki pertalian darah, yang ingin menjajal sebagai kepala daerah. Seperti Bani Mas’ud atau keluarga Mas’ud. Yang diproyeksi bakal ikut dalam kontestasi pilkada di Kaltim.

Sebagaimana diketahui, pada tahun depan, ada sembilan kabupaten/kota di Kaltim yang akan melaksanakan pilkada. Minus pilkada Penajam Paser Utara (PPU). Yang telah melaksanakan pilkada pada tahun 2018. Di Balikpapan, ada Rahmad Mas’ud. Pria yang masih menjabat wakil wali kota ini bakal mencalonkan diri menjadi wali kota pada tahun depan.

Kemudian, Hasanuddin Mas’ud, anggota DPRD Kaltim periode 2019-2024 yang baru dilantik 2 September lalu, juga berkeinginan untuk maju pada Pilkada Kukar. Sebelumnya, pada pilkada 2018 di PPU, ada Abdul Gafur Mas’ud (AGM) yang telah terpilih menjadi Bupati PPU periode 2018-2023. Selain itu, ada Rudi Mas’ud yang telah melenggang ke Senayan.

Sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 daerah pemilihan (dapil) Kaltim. Rudi dilantik pada 1 Oktober lalu. Menariknya, tak semuanya bernaung di partai yang sama. Rahmad, Hasanuddin dan Rudi merupakan kader Partai Golkar. Sedangkan Gafur merupakan kader Partai Demokrat. Raihan suara dari mereka, pada kontestasi pilkada maupun pemilihan legislatif (pileg) pun cukup besar.

Pada Pemilu 2019 misalnya. Hasanuddin Mas’ud yang merupakan caleg DPRD Kaltim dari Partai Golkar untuk Dapil Balikpapan berhasil meraih 19.959 suara. Sekaligus menahbiskannya sebagai caleg dengan raihan suara terbanyak dari sepuluh caleg terpilih di dapil Balikpapan.

Pun demikian dengan Rudi. Politikus Partai Golkar ini berhasil meraih suara terbanyak dari delapan kursi DPR RI di Dapil Kaltim. Yaitu sebanyak 128.909 suara.

Sedangkan Gafur yang merupakan calon bupati PPU pada Pilkada PPU 2018, juga berhasil mengumpulkan suara terbanyak. Dia berpasangan dengan Hamdam yang diusung Partai Demkorat dan PKS, mengantongi sebanyak 37.445 suara.

Perolehan itu mengantarkannya sebagai Bupati PPU periode 2018-2023. Sementara Rahmad yang menjadi calon wakil wali kota mendampingi Rizal Effendi pada Pilkada Balikpapan 2015, mengumpulkan 116.113 suara. Diusung PDIP dan NasDem. Pengamat Politik Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Sonny Sudiar menilai, dinasti politik merupakan sesuatu yang lumrah.

Ketika ada salah satu anggota keluarganya menduduki jabatan penting, baik sebagai kepala daerah ataupun anggota DPRD, maka muncul keinginan untuk mengajak anggota keluarga lainnya. “Dinasti politik adalah sebuah keniscayaan. Ketika menarik gerbong keluarga mereka dalam jabatan politik,” katanya kepada Kaltim Post, Senin (14/10).

Khusus trah Mas’ud di perpolitikan Kaltim, kondisi tersebut berawal ketika Rahmad menduduki jabatan wakil wali kota Balikpapan pada 2016 lalu. Sehingga membuat anggota keluarga lainnya, tertarik berkecimpung dalam dunia pemerintahan. Dilanjutkan dengan Gafur yang menjadi Bupati PPU pada 2018.

Peluang tersebut kembali terbuka pada 2020. Di mana Hasanuddin berkeinginan maju pada Pilkada Kukar. Adapun Rudi masih ingin fokus berkiprah sebagai anggota DPR RI. “Rakyat bisa menilai dalam pilkada nanti. Suka model kepemimpinan seperti apa. Melihat hasil pembangunan yang sudah dilakukan anggota keluarganya yang sudah memimpin,” jabar dosen program studi Hubungan International Unmul Samarinda ini.

Lanjut dia, trah Mas’ud yang membangun nama sebagai pengusaha juga sukses di bidangnya. Sehingga ingin merambah dunia baru, selain dunia bisnis yang telah digeluti selama ini. “Jadi merasa pencapaiannya di bisnis sudah selesai, hanya ingin mencoba berkiprah dan berbuat sesuatu di dunia politik,” katanya.

Pengamat politik lainnya dari Unmul, Lutfi Wahyudi menyebut, dinasti politik tidak melanggar undang-undang. Hanya saja, potensi untuk menghasilkan relasi nepotisme cukup besar. Jika dalam satu garis keturunan yang sama, terpilih menjadi kepala daerah. Dalam satu provinsi yang sama.

Karena kultur kekerabatan di Indonesia cukup kental. Hal tersebut sudah terjadi di Sulawesi Selatan dan Banten. “Hanya saja, saya tidak serta-merta bisa mengambil kesimpulan politik kekerabatan itu jelek. Bisa jadi baik, cuma potensi untuk nepotisme jauh lebih besar. Tapi, tidak serta-merta yang tidak mempunyai pertalian keluarga juga bisa melakukan nepotisme. Bisa juga,” jabar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unmul Samarinda ini.

Jika terjadi politik dinasti baru pada 2020 nanti, maka simpul kekuasaan di Kaltim bakal dikuasai orang yang memiliki pertalian keluarga. Dan mengesankan daerah tersebut sebagai perusahaan keluarga. Seperti PPU, Balikpapan dan Kukar dipimpin oleh trah Mas’ud. Jangka panjangnya, dapat memunculkan tokoh untuk level yang lebih tinggi lagi. Misalnya tokoh yang dipersiapkan untuk pemilihan Gubernur Kaltim pada 2024 mendatang.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X