Tuntut Keadilan, Mahasiswa Nginap di Depan Mapolda

- Senin, 14 Oktober 2019 | 12:51 WIB

KEMATIAN Yusuf dan Randi bukan hal lumrah. Karena itu, sebagian besar kelompok dan himpunan mahasiswa di Sulawesi Tenggara (Sultra) menuntut keadilan. Hampir setiap hari mereka menggelar aksi. Baik itu berorasi di jalanan maupun berdiskusi di area kampus. Semua satu suara : Pembunuh Yusuf dan Randi harus terungkap!.

Desakan itu juga ditunjukkan kumpulan mahasiswa dengan menginap di depan Mapolda Sultra. Sejak 2 Oktober lalu, mereka tidur di tenda yang didirikan di pinggir jalan sebagai bentuk protes atas lambatnya penanganan perkara Yusuf-Randi. ”Teman-teman akan terus bergerak,” kata Rahman Paramai, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo (UHO).

Kematian Yusuf-Randi adalah luka semua mahasiswa. Dan, seperti kata John Muhammad-Usman Hamid dalam buku Melawan Pengingkaran, kematian itu selalu mempunyai arti, pesan dan memberi kesan yang berbeda-beda. Termasuk kematian Yusuf-Randi. ”Kami akan terus mem-pressure persoalan ini sampai selesai,” ungkap Rahman.

Gerakan menginap di depan Mapolda Sultra itu mendapat apresiasi positif dari masyarakat. Hampir setiap hari, terutama pagi dan menjelang malam, ada saja orang yang memberikan makanan dan minuman kepada mereka. Bahkan, baru-baru ini ada pemeriksaan gratis dari teman-teman mahasiswa kesehatan.

Lantas, bagaimana perkembangan penanganan peristiwa Kendari? Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menuturkan, pelaku hingga kemarin belum diketahui. Proses uji balistik masih dilakukan. ”Terakhir proyektil dibawa ke luar negeri,” urainya.

Terkait 6 anggota Polri yang membawa senjata saat demonstrasi, akan segera digelar sidang kode etik. Dalam proses sidang itu akan diputuskan hubungannya, apakah penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat atau sanksi lainnya. ”Belum ada keputusan,” tuturnya.

Soal kemungkinan anggota polisi yang membawa senjata merupakan pelaku penembakan ke mahasiswa, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Asep Adi Saputra mengaku belum ada keterhubungan antara keduanya. ”Belum disimpulkan, apakah itu peluru dari anggota atau tidak,” jelasnya.

Menurut dia, yang pasti Polri akan memproses hukum siapapun pelaku penembakan mahasiswa tersebut. Namun, tentunya bergantung bukti yang ditemukan. ”Tunggu sampai semuanya jelas,” urainya.

Di sisi lain, tim pengacara yang mengawal kasus tewasnya Yusuf-Randi mempertanyakan komitmen Polri dalam penuntasan perkara tersebut. Itu lantaran hingga kini, pemeriksaan enam polisi yang diduga membawa senjata api hanya dititikberatkan pada pelanggaran kode etik profesi. ”Enam orang ini belum mengerucut pada siapa pelaku penembakan,” kata Sukdar, ketua tim pengacara.

Sukdar meminta Presiden Joko Widodo segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen untuk mengusut tewasnya Yusuf-Randi. TGPF itu yang harus memeriksa keenam polisi. ”Keterkaitan enam anggota kepolisian ini statusnya sampai saat ini hanya terperiksa,” tegasnya.

Soal uji balistik terhadap proyektil di Belanda dan Australia, Sukdar menilai upaya itu hanya untuk mengulur-ulur penanganan perkara. Menurut dia, perlakuan penanganan perkara itu beda jauh dengan kasus peluru nyasar di gedung DPR tahun lalu. Saat itu, uji balistik keluar dalam hitungan hari.

”Kenapa yang ini (kasus Kendari) harus ke luar negeri?,” tanya anggota Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari itu. ”Kami minta ketegasan kepolisian untuk membuka persoalan ini secara terang, karena ini adalah masalah kemanusiaan,” imbuh dia. (tyo/idr/oni)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X