Menyulap Lahan Mangkrak Bekas Tambang Jadi Ekowisata di Negeri Timah

- Senin, 14 Oktober 2019 | 09:55 WIB

Banyak lahan bekas pertambangan timah di Kepulauan Belitung yang mangkrak. Bahkan, tak sedikit yang menimbulkan sejumlah masalah. Wartawan Jawa Pos Dinda Juwita melaporkan bagaimana merestorasi lahan-lahan mangkrak itu menjadi potensi ekowisata.

-------------

Sebutan Negeri Timah memang layak disematkan pada Pulau Belitung. Dulu timah menjadi salah satu primadona penyumbang pundi-pundi pemasukan daerah di Negeri Laskar Pelangi tersebut. Selama tiga tahun (2015–2017) saja, DBH Pertambangan Mineral dan Batu Bara untuk Provinsi Bangka Belitung tercatat Rp 383,87 miliar dengan rerata tiap tahun Rp 127,95 miliar. Namun, kondisi itu harus dibayar mahal. Puluhan tahun dieksploitasi sebagai lahan tambang timah, kawasan itu pun berakhir mangkrak. Kerugian negara dan masyarakat karena bencana ekologis seperti banjir dan pencemaran serta ancaman perubahan iklim tentu tak ternilai jumlahnya.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam menjelaskan, pemerintah berupaya melakukan perbaikan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah melalui Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) yang merupakan lembaga di bawah naungan Bappenas untuk merestorasi lahan bekas tambang. ”Kami coba rehabilitasi lahan bekas tambang ini dengan menanam mangrove sebagai upaya penyerapan emisi karbon. Sekaligus melindungi ekosistem sekitar dan membantu peningkatan pendapatan masyarakat setempat,” ujarnya ditemui di Belitung Mangrove Park Jumat (11/10).

Medrilzam menuturkan, pihaknya tak bekerja sendiri. Berbagai LSM, masyarakat, serta pemerintah daerah setempat ikut diberdayakan. Dia memerinci, sebelum menjadi Belitung Mangrove Park, wilayah lahan yang direstorasi mencapai 70 hektare dari total 770 hektare. ”Jumlah 70 hektare itu sebagai awalan, nanti dikembangkan terus ke depan,” imbuhnya.

Mangrove di lahan bekas tambang itu ditanam secara maraton. Hal tersebut diharapkan membantu untuk mengurangi emisi karbon yang terjadi. Namun, dia mengaku tak mudah melakukan upaya restorasi itu. Sebab, setiap lahan memiliki karakteristik dan dinamika yang beragam terkait dengan kondisi fisik lahan dan masyarakat sekitar. ICCTF, lanjut dia, telah memiliki program di hampir 99 lokasi di seluruh Indonesia. Hingga kini, sudah ada 76 program yang berjalan. Jumlah itu dipastikan terus bertambah seiring sejumlah program yang hingga kini masih berlangsung.

Ketua Hutan Kemasyarakatan (HKm) Juru Seberang Marwandi menambahkan, sebelum berubah menjadi ekowisata, kawasan itu adalah lahan bekas tambang PT Timah sejak puluhan tahun lamanya. Sejak 2013, pihaknya mengajukan izin pemanfaatan hutan di area bekas tambang. Dua tahun berselang, izin tersebut terbit. Marwandi dibantu ICCTF dan masyarakat sekitar mulai bergeliat menyulap lahan itu untuk ekowisata secara bertahap. ”Mulai 2018 sudah ada sekitar 74.620 pengunjung. Pada tahun ini per September, ada 62.620 kunjungan,” tuturnya. (*/c12/oki)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X