JAKARTA - Kondisi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto kian membaik. Dia tak lagi berada di ruang intensive care unit (ICU). Sejumlah aktivitas pun sudah dilakukan.
Informasi tersebut disampaikan Ketua Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh setelah menjenguk Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PBSI) tersebut di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Sabtu (12/10). Menurut dia, Wiranto sudah bisa berbicara dengan baik. “Sudah dipindah dari ICU ke ruang perawatan biasa. Sudah ngobrol,” katanya
Dalam obrolan keduanya, Paloh mengaku sempat bercanda dengan Wiranto. Ia melontarkan candaan soal hikmah dari insiden ini. “Saya bilang, ini cobaan dan membuat suara Anda lebih baik lagi nanti kalau nyanyi. Terus kami ketawa,” ungkapnya.
Pada Surya Paloh, Wiranto pun berujar kalau dirinya senang. Karena dijenguk oleh teman-temannya. Dia juga menyampaikan keinginannya untuk segera sembuh.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan juga mengatakan hal yang sama setelah kunjungannya. Wiranto sudah bisa beraktivitas normal seperti individu sehat pada umumnya. Namun, karena masih dalam tahap pemulihan maka aktivitasnya dibatasi. “Ada sejumlah latihan yang juga sedang dilakukan. Latihan berdiri, latihan duduk juga. Alhamdulillah. Sudah oke. Sudah baik,” papar Wakil Ketua MPR tersebut.
Dia pun sempat berbincang dengan Wiranto. Selain mengucapkan terima kasih atas kedatangannya, Wiranto bercerita tentang insiden penusuknya. Wiranto meyakini, pelaku bukan orang yang beragama. “Itu memang bukan orang agama itu yang melakukan itu, pasti itu sudah iblis. Kira-kira begitu (omongannya),” ucap pria yang biasa dipanggil Zulhas tersebut.
Zulkifli dengan tegas mengamini. Dia pun mengutuk keras aksi kekerasan seperti itu. “Saya kira harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum kita. Harus tuntas,” tegasnya.
JABATAN DICOPOT
Di sisi lain, keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa mencopot jabatan tiga anggota TNI AD akibat ulah nyiyir istri-istrinya menimbulkan polemik di masyarakat. Muncul pro dan kontra atas keputusan tersebut.
Menurut peneliti dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, kecintaan rakyat terhadap TNI membuat mereka akhirnya bersikap kritis. Setiap perilaku yang dicurigai membiaskan jati diri TNI akan dituntut rakyat untuk pertanggungjawaban moralnya. Apalagi, TNI adalah alat negara, bukan alat kekuasaan. “Barangkali pimpinan TNI perlu jelaskan ke publik. Adakah dasar regulasi atau undang-undang yang menjadi pijakan sanksi yang dijatuhkan dalam kasus ini,” ujarnya.
Kendati begitu, Harits mengamini bahwa ada kesan berlebihan dalam kasus tersebut. Ada beberapa poin yang menjadi perhatiannya. Seperti, sanksi yang diekspos secara terbuka di depan publik sampai penahanan 14 hari.
Dia mencontohkan, pada keputusan pencopotan Kolonel Kav Hendi Suhendi dari jabatan Dandim 147/Kendari, Sulawesi Tenggara. Pada realitasnya, Hendi harus menanggung beban tanggung jawab atas perbuatan sang istri. “Tentu, sebagai prajurit sejati, sang kolonel siap salah. Karena itu doktrin prajurit yang berlaku,” katanya.
Namun, lanjut dia, muncul pertanyaan soal keharusan untuk mengumumkan putusan sanksi secara terbuka di depan publik. Hal ini tentu membuat publik bertanya soal maksud dan tujuan atas cara tersebut. Apakah cara itu memang untuk mendidik, membina, dan menjaga muruah bawahan.
“Namun apakah kemudian wajib diperlakukan secara tidak etis (sanksi diumumkan secara terbuka)? Sederhananya ‘kan anggota TNI ini dihukum hanya karena ‘gosipan’ emak-emak,” tuturnya.
Celakanya, hukuman yang dijatuhkan pun dobel. Selain dicabut dari jabatan, anggota TNI berpangkat kolonel itu juga disanksi sel 14 hari. Bahkan, tidak puas dengan sanksi internal, istri Kolonel Kav Hendi Suhendi juga diarahkan ke ranah peradilan umum. (mia/deb/JPG/rom/k15)