JAKARTA– Memasuki pekan kedua Oktober, harga beberapa komoditas cenderung mulai mendaki. Merujuk Survei Pemantauan Harga (SPH), Bank Indonesia (BI) mencatat perkiraan inflasi hingga pekan kedua Oktober mencapai 0,04 persen secara month-to-month (MtM). Sedangkan inflasi secara tahunan atau year-on-year (YoY) 3,15 persen. ’’Jadi, bulan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan September lalu yang mencapai 3,39 persen,’’ kata Gubernur BI Perry Warjiyo kemarin (11/10).
Dia menguraikan, sejumlah komoditas yang mengalami inflasi, antara lain, daging ayam ras dengan perubahan harga 0,03 persen serta tomat sayur dan rokok kretek masing-masing 0,01 persen. Sementara itu, harga atau deflasi komoditas yang menurun adalah cabai merah 0,06 persen, cabai rawit 0,03 persen, dan telur ayam ras 0,03 persen. ’’Kemudian, bawang merah, tarif angkutan udara, serta jeruk masing-masing deflasi 0,01 persen,’’ urainya.
Meski memprediksi terjadi inflasi pada Oktober, Perry masih optimistis bahwa harga-harga tetap akan terkendali jika dibandingkan dengan deflasi yang terjadi September lalu. Untuk itu, dia tetap meyakini bahwa tingkat inflasi masih akan sesuai dengan target. ’’Akhir tahun masih akan di bawah titik tengah sasaran inflasi di bawah 3,5 persen dan masih sejalan dengan perkiraan sebelumnya,’’ imbuhnya.
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira memprediksi, pada Oktober justru akan terjadi deflasi. Alasannya, dari sisi permintaan (demand), masih belum ada tanda-tanda pemulihan, khususnya konsumen kalangan menengah atas. Alhasil, kenaikan harga di sektor pangan pun relatif rendah. Di sisi lain, pemerintah masih menahan BBM subsidi agar harganya tidak naik. Karena itu, bukan tidak mungkin target inflasi tahun ini bisa tercapai.
’’Tahun 2019 sepertinya inflasi total masih di bawah 3,5 persen. Tapi, perlu diwaspadai nanti pada 2020 bisa meningkat karena ada kenaikan tarif beberapa barang dan jasa. Mulai iuran BPJS Kesehatan, pencabutan subsidi BBM dan listrik, hingga penyesuaian tarif beberapa ruas tol,’’ jelasnya kemarin. (ken/c4/oki)