Ketika merasa tidak dihargai. Hidup sudah tak ada arti. Stres berujung depresi. Jalan terakhir dan satu-satunya bukanlah bunuh diri.
RADEN RORO MIRA, Samarinda
PENCEGAHAN bunuh diri dan promosi kesehatan mental. Merupakan tema Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2019 yang jatuh pada 10 Oktober. Tema itu ditetapkan World Health Organization (WHO). Sebab, melihat prevelansi bunuh diri di dunia 800 ribu orang setiap tahunnya.
Itu artinya, setiap 40 detik, satu orang dilaporkan meninggal karena bunuh diri. Umumnya, usia remaja dan produktif. Di Samarinda, kasus bunuh diri memang tidak tampak. Namun, mereka yang berisiko melakukan hal tersebut meningkat dibanding 2018.
Diungkapkan Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Kaltim Wahyu Nhira Utami, sepanjang 2019, dia menangani 10 pasien berisiko bunuh diri. “Tahun lalu hanya sekitar 2–3 orang. Bahkan, ada remaja yang sengaja menebalkan garis nadi di tangannya. Saya tanya kenapa, katanya biar mudah ketika disilet,” kata psikolog RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda itu.
Peningkatan tersebut juga dituturkan psikolog Yulia Wahyu Ningrum. Pasien yang dia tangani sebagian besar usia sekolah menengah atas dengan kasus bullying. Anak merasa tidak berdaya. Ditambah orangtua jarang di rumah karena bekerja. Akhirnya, merasa tidak punya siapa-siapa.
“Mereka merasa sendiri. Orang terdekat yang seharusnya bisa menjadi teman cerita tak ada. Ujung-ujungnya self harm (menyakiti diri sendiri),” jelas pemilik Biro Psikolog Mata v Hati tersebut.
Dijelaskan Psikiater Jaya Mualimin, semakin tinggi peradaban, tinggi pula hasrat mengakhiri hidup dengan mudah. Bunuh diri terjadi pada kalangan siapa saja. Bahkan, mereka yang bergelimang harta pun sama berisikonya dengan yang tidak punya apa-apa.
Hal tersebut berkaitan dengan perasaan dan proses internalisasi individu. Ketika depresi, risiko bunuh diri semakin sempurna. Jaya menyebut depresi sebagai kondisi kehilangan objek yang sangat dicintai.
Ada empat macam bunuh diri atau suicide. “Ada altruistik, melambangkan kepahlawanan. Bunuh diri berkorban. Ada pula egoistik, anomik, dan fatalistik yang berhubungan dengan masalah kesehatan jiwa dan sosial,” jelas dokter spesialis kesehatan jiwa RSKD Atma Husada Mahakam tersebut, dalam seminar kesehatan mental bertema Dunia Belum Berakhir, Menyelesaikan Masalah Tanpa Harus Bunuh Diri, kemarin (10/10), di Aula Dispora Kaltim. (*/dns/k8)