JAKARTA – Ketua Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan meminta moratorium pemekaran daerah baru terus dilanjurkan di pemerintahan mendatang. Baginya keputusan Wapres Jusuf Kalla selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) memoratorium pengesahan pemekaran sejak 2014 lalu sangat tepat.
Djohermansyah bersama penggagas Institut Otonomi Daerah lainnya menggelar pertemuan dengan Wapres JK di komplek Istana Wakil Presiden kemarin (9/10). Usai pertemuan dia mengatakan salah satu isu yang dibahas adalah tentang pemekaran daerah baru. ’’Beliau (Wapres JK, Red) di DPOD berhasil dalam lima tahun ini menahan pemekaran daerah baru,’’ jelasnya.
Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri itu menuturkan di era otonomi daerah saat ini, permintaan untuk pemekaran banyak sekali. Dia mengungkapkan Wapres JK selalu menjawab dengan tegas tidak ada pemekaran daerah baru.
Menurut Djohermansyah saat ini tidak kurang dari 300 usulan pemekaran daerah baru. Dimana 34 diantaranya adalah usulan pemekaran provinsi. Sisanya adalah usulan pemekaran kabupaten serta kota. Baginya usulan pemekaran itu sebagian besar didorong motivasi politik.
’’Motivasi ada jabatan bupati baru, DPRD baru. Motivasinya lebih ke politis,’’ tuturnya. Menurut dia usulan pemekaran daerah baru seharusnya didasari motivasi kebutuhan pelayanan publik.
Djohermansyah mengatakan di luar negeri umumnya yang melakukan pemekaran itu adalah kota-kota yang sudah padat. Sebaliknya di Indonesia yang mekar kebanyakan adalah kabupaten. Dia mencontohkan kota seperti Surabaya dengan jumlah penduduk yang begitu padat, layak untuk memekarkan diri. Tujuannya supaya pelayanan publik bisa maksimal.
’’Bukan kabupaten. Sudah penduduknya 400 ribu, dibelah lagi menjadi dua,’’ tuturnya. Dia menegaskan pemerintah baru nanti supaya tetap menerapkan moratorium pemekaran daerah baru. Apalagi dengan kondisi keuangan negara saat ini.
Sejak reformasi pada 1999 lalu, sampai moratorium diterapkan apda 2014, tercatat ada 233 daerah baru hasil pemekaran. Djohermansyah mengatakan dari sejumlah kajian, 80 persen daerah hasil pemekaran daerah baru itu tidak berhasil. (wan)