Hiperhidrosis, Keringat Berlebihan, Jadi Tanda Penyakit

- Senin, 7 Oktober 2019 | 09:34 WIB

Mengeluarkan keringat adalah hal wajar. Selain itu, mengonsumsi makanan panas dan pedas bisa memicu keluarnya keringat. Sebaliknya, hal ini patut diwaspadai ketika Anda tak melakukan aktivitas apapun tapi mengeluarkan keringat berlebih.

 

KERINGAT merupakan kondisi normal. Namun, keringat yang dianggap normal dan sehat itu akan berbahaya jika keluar berlebihan. Bahkan, pada saat Anda tengah bersantai ria di ruangan dingin. Dijelaskan dr Daulat Sinambela SpKK FinsDV, kondisi tersebut namanya hiperhidrosis.

“Biasanya, hal ini terjadi tanpa alasan jelas. Misal, keringat terus keluar padahal tidak berada dalam suhu panas atau berolahraga. Saking berlebihannya, bisa saja keringatnya sampai membasahi pakaian kemudian menetes,” ujarnya saat disambangi di Kelmed Clinic.

Hiperhidrosis terbagi dua. Primer dan sekunder. “Hiperhidrosis primer secara umum belum diketahui penyebabnya pastinya. Akan tetapi, ahli medis percaya jika kondisi ini diduga terjadi karena pengaruh sistem saraf simpatik dan faktor genetik,” ujarnya.

Sementara hiperhidrosissekunder merupakan gangguan keringat yang bisa diidentifikasi penyebabnya. Beberapa hal yang biasanya memicu adalah efek samping obat-obatan, infeksi, gangguan sel darah, kehamilan, menopause, dan kondisi kesehatan tertentu, misalnya pengidap parkinson.

“Selain parkinson, ada beberapa macam penyakit yang membuat penderita berisiko hiperhidrosis. Di antaranya, kadar gula darah rendah, hipertiroid, penyakit infeksi, kanker, tuberkulosis, sampai strok,” tambahnya.

“Jika merasa terlalu banyak keringat keluar, baru bisa diidentifikasi penyebabnya. Dengan cara menyamakan gejala dengan dua jenis hiperhidrosis. Apa termasuk primer atau sekunder,” bebernya.

Sebenarnya, keringat yang keluar berlebih itu tidak memberi dampak serius pada kondisi kesehatan secara menyeluruh. Namun, dr Daulat menuturkan jika hal ini mungkin akan mengganggu kualitas hidup orang yang mengalaminya. Keluar keringat berlebih bisa menyebabkan seseorang mengalami perasaan malu, stres, gelisah, bahkan depresi.

“Beda jenis penyebab, beda cara menangani. Kalau hiperhidrosis sekunder, berarti harus mengatasi penyakitnya. Misal, dia gondok. Berarti yang harus diobati gondoknya, pasti hiperhidrosisnya juga berkurang,” ungkapnya.

Namun, hiperhidrosis primer, fokus penanganan mengendalikan keringat yang keluar secara berlebihan. Tidak memiliki penyebab pasti, berbeda dengan sekunder yang disebabkan faktor medis.

Seperti Anastashia Andine yang mengalami hiperhidrosis primer. Perempuan yang akrab disapa Sia itu datang ke spesialis kulit dan kelamin untuk mengendalikan keringat berlebih tanpa tahu penyebab pasti.

“Kalau ditanya sejak kapan mulai merasa punya keringat yang lebay banget itu setahun lalu pas SMA. Aku suka nge-band, kalau lagi manggung di outdoor, wajar dong keringatan. Ini manggung di kafe yang full AC tapi kok baju basah kuyup. Nah, mulai itu aku merasa ada yang enggak beres,” tuturnya.

Perempuan 18 tahun itu mengaku baru mengetahui hiperhidrosis setelah memaksa orangtua menemaninya ke dokter. “Sebenarnya, memang dari SD sudah keringatan. Namun, baru berasa SMA mungkin karena semakin banyak aktivitas. Akan tetapi, setelah periksa ke dokter enam bulan lalu dan meminum semua obat yang diresepkan, alhamdulillah, sudah mendingan. Walau kalau kepanasan, masih sering ambyar,” tambahnya. (*/nul*/rdm2/k16)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X