Pencabul Makin Marak, Orangtua Tolong Jaga Anaknya Ya...

- Sabtu, 5 Oktober 2019 | 11:24 WIB

TANJUNG REDEB- kasus kekerasan seksual pada anak cukup marak pada tahun 2019 ini. Pasalnya hingga September 2019, sudah tercatat sebanyak 10 kasus pencabulan. Hal ini, menjadi perhatian serius bagi pihak kepolisian.

Kapolres Berau AKBP Pramuja Sigit Wahono melalui Kasat Resrkim AKP Rengga Puspo Saputro menuturkan, kasus pencabulan ini tentu menjadi atensi tersendiri bagi pihaknya. Pasalnya, kebanyak pelaku merupakan orang terdekat korban. “trouma yang ditimbulkan, tentu tidak akan mudah hilang. Terlebih pelaku, rata-rata orang dekat dengan korban,” ujarnya kepada Berau Post.

Rengga menambahkan, data ditahun 2018 menunjukan, jumlah kasus pencabulan di Kabupaten Berau, mencapai 12 kasus dalam satu tahun. Kondisi ini, menurutnya, akibat pergaulan, ataupun pengawasan orangtua yang masih minim. “Peran orangtua, sangat penting disini. Pengawasan mereka, kemana saja anak bermain. Sama siapa, itu perlu perhatian,” ujarnya.

Kemajuan tekhnologi juga memiliki peranan penting. Kebanyakan pelaku menonton film porno terlebih dahulu, sebelum melakukan aksi bejatnya tersebut. Rengga menambahkan, kasus pencabulan nyaris setiap bulan ditangani oleh pihaknya dalam hal ini Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Berau. “Rata-rata setiap bulan ada satu kasus,” tuturnya.

Anak yang pernah mengalami pelecehan seksual dalam bentuk apapun pada umumnya merasa ketakutan untuk menceritakan pengalamannya. Oleh karena itu, setiap orangtua harus bisa peka dan mengenali dengan baik setiap gerak-gerik anak yang tidak tampak seperti biasanya. Pelecehan seksual tidak hanya hadir dalam bentuk perkosaan. Itu mungkin sebabnya banyak orangtua yang tidak menyadari tanda-tanda yang ditunjukkan anak. Kekerasan seksual dapat berupa kekerasan fisik maupun non fisik

“Menunjukkan hal-hal yang bersifat pornografi pada anak, entah itu video, foto, atau gambar. Menyuruh anak berpose tidak wajar. Menyuruh anak untuk menonton berbagai hal yang berhubungan dengan seks. Mengintip atau menontoni anak yang sedang mandi atau sedang berada di dalam toilet. Itu merupakan, contoh kekerasan seksual non fisik,” tambahnya.

Kekerasan seksual dalam bentuk apapun dapat menimbulkan trauma bagi para korbannya, terutama anak-anak. Tekanan yang ia dapat membuatnya tidak berani menceritakan kejadian yang ia alami, bahkan pada Anda sebagai orangtuanya. Hal ini membuat ia cenderung menarik diri dan menjadi pendiam.

“Jika anak Anda mengalami hal-hal seperti itu, sebaiknya dekati ia dan usahakan untuk membuatnya cerita apa yang terjadi pada dirinya. Bahkan cenderung ke bunuh diri,” ucapnya.

Sementara itu, Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Berau, Noor Indah, menuturkan, untuk P2TP2A sendiri, memberikan pendekatan kepada korban, berupaya untuk menghilangkan trouma korban.

“Ajari anak sex education, itu hal yang terpenting, untuk membentengi anak diera modernisasi seperti ini,” katanya. Kebanyakan anak yang menjadi korban kekerasan seksual enggan melapor. Karena itu, sebagai orang tua harus dapat mengenali tanda-tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga dewasa.

Dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak, antara lain, pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa (betrayal), trauma secara seksual (traumatic sexualization), merasa tidak berdaya (powerlessness), dan stigma (stigmatization). Secara fisik memang mungkin tidak ada hal yang harus dipermasalahkan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tapi secara psikis bisa menimbulkan ketagihan, trauma, bahkan pelampiasan dendam. Bila tidak ditangani serius, kekerasan seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat.

“Penanganan dan penyembuhan trauma psikis akibat kekerasan seksual haruslah mendapat perhatian besar dari semua pihak yang terkait, seperti keluarga, masyarakat maupun negara. Oleh karena itu, didalam memberikan perlindungan terhadap anak perlu adanya pendekatan sistem, yang meliputi sistem kesejahteraan sosial bagi anak-anak dan keluarga,” tutupnya. (*/hmd)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X