Menengok ITF di Balikpapan, Salah Satu Pilot Project dari Kementerian PUPR

- Rabu, 2 Oktober 2019 | 11:06 WIB

Tidak banyak kota yang telah memiliki pengelolaan sampah berbasis intermediate treatment facility (ITF). Kehadiran ITF membuktikan Balikpapan telah sangat maju. Sebab fasilitas ITF dianggap efektif dan efisien mengelola sampah. Banyak negara maju menerapkannya.

 

JIKA Jakarta masih sibuk dengan pembangunan ITF, ternyata Balikpapan sudah lebih dahulu punya fasilitas ini. Berdiri sejak 2017, ITF Balikpapan berlokasi di Kota Hijau Daksa, Balikpapan Selatan. ITF merupakan fasilitas pengelolaan sampah organik dengan hasil akhir pupuk kompos. ITF Balikpapan termasuk satu dari tiga lokasi pilot project Kementerian PUPR.

Selain Balikpapan, pembangunan ITF juga dilakukan di Malang dan Lombok Timur. Dalam satu hari, ITF Balikpapan menerima sekitar 5-8 ton sampah organik per hari. Contohnya dari 5 ton sampah yang masuk bisa menghasilkan 3 ton pupuk kompos. Sementara 2 ton sisanya merupakan sampah residu yang dibuang lagi ke TPA Manggar.

Sementara ini ‘bahan baku’ pupuk adalah sampah yang berasal dari Pasar Sepinggan dan Kelurahan Gunung Bahagia. Dua lokasi yang dianggap sebagai percobaan awal. Alasannya karena dua lokasi ini lebih mudah dalam sisi pengangkutan sampah. Misal di Kelurahan Gunung Bahagia, sampah di sana sudah dipilah langsung dari sumber. Warga sudah memilah antara sampah organik dan non-organik sejak dari rumah masing-masing.

Namun untuk mengubah sampah menjadi pupuk kompos, tentu ada tahapan dan prosesnya. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Suryanto bersama Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Nursyamsiarni menjelaskan, awalnya sampah datang menggunakan truk sampah khusus. Pemkot Balikpapan mendapat mobil ini dari bantuan Kementerian PUPR. Hasil dari keberhasilan Balikpapan meraih penghargaan Sanipura Award 2016.

Mobil ini yang menjadi pengantar sampah sebagai bahan baku pupuk. Setiap hari, mobil tiba di ITF sekitar pukul 09.00 Wita. Dalam tahap pertama, sampah melalui proses pemilahan yang dilakukan enam orang sekaligus. Sehingga pemilahan sampah sangat detail, seminimal mungkin sampah non-organik yang terbawa.

Kedua, tahap pencacahan seperti menghancurkan sampah melalui mesin penggiling. Sampah jadi lebih terurai dan hancur. Ketiga, proses pengendapan agar sampah lebih hancur terdegradasi. “Pengendapan perlu dilakukan untuk membuat terciptanya proses kimiawi, bakteri bekerja menghancurkan sampah,” ucapnya.

Dalam proses pengendapan ini, sampah ditaruh dalam keranjang atau bucket. Kemudian disimpan di dalam ruangan penyimpanan selama 20 hari. Setiap hari, sampah akan disemprot dengan air lindi selama 15 menit. Suatu cairan yang dihasilkan dari timbunan sampah sendiri.

“Air ini membantu proses kimiawi. Sebenarnya air biasa bisa, tapi lama untuk pengomposan. Lebih bagus dengan air lindi,” sebutnya. ITF Balikpapan memiliki 20 ruangan untuk proses pengendapan tersebut. Setelah 20 hari pengendapan, sampah yang mulai terlihat perubahannya menjadi kompos ini masuk tahap penjemuran.

Tujuannya agar bisa kontak dengan udara yang membuatnya kering. Dengan begitu, bau tak enak dari sampah akan hilang. Dia menuturkan, perlu waktu selama 20 hari juga untuk penjemuran. Jika sudah rampung, baru kompos siap untuk pengarungan alias package. “Rata-rata produksi kompos sekitar 2-3 ton per hari. Jadi bergantung dengan jumlah bahan baku yang disetor,” katanya.

Dia mengungkapkan, sementara ini produksi belum maksimal karena baru satu mesin yang bekerja. Sebenarnya ITF Balikpapan memiliki dua mesin pencacah dengan kapasitas produksi 5 ton per hari. Jika dua mesin bekerja, maka membutuhkan bahan baku sampah sekitar 10 ton per hari. Di mana, nantinya bisa menghasilkan 6 ton pupuk kompos.

Pihaknya juga akan menambah satu tahapan lagi untuk membuat kualitas pupuk lebih halus. Sudah tersedia satu unit untuk penghalusan pupuk. Tahapan ini akan digunakan setelah pengeringan atau penjemuran.

"Total petugas ada 20 orang. Sebenarnya masih kurang karena dua alat belum bekerja maksimal atau kapasitas penuh," bebernya. Saat ini produksi kompos digunakan sesuai permintaan.

Terutama kegiatan masyarakat instansi, sampai organisasi perangkat daerah yang berhubungan dengan penanaman untuk penghijauan kota.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X