Waspadai Legislasi Licik, Ayo..!! Kawal Mandat Reformasi

- Rabu, 2 Oktober 2019 | 09:14 WIB

JAKARTA– Koalisi Masyarakat Sipil (KSM) mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mewaspadai dan terus mengawal proses legislasi licik yang biasanya dilakukan DPR pada masa-masa akhir jabatan (injury time).

Hal tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama kemarin (1/10) Koalisi Masyarakat Sipil (KMS), Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK), Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dan unsur BEM Seluruh Indonesia (BEM SI)

Mewakili pernyataan bersama tersebut, Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Zenzi Suhadi mengatakan, setiap masa transisi politik merupakan masa paling yang krusial terhadap dalam menentukan terlindungi atau terancamnya hak-hak rakyat.

Zenzi mengatakan, sejak tahun 1998, masa injury time dimanfaatkan oleh DPR RI untuk berlaku licik dalam bentuk penetapan UU kontroversial seperti UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan kemudian diubah menjadi UU No. 39 Tahun 2014.

Sederet Undang-undang ini kata Zenzi kemudian terbukti menjadi pintu dari serangkaian perampasan tanah rakyat, penghancuran lingkungan hingga ketimpangan ekonomi yang melahirkan Oligarki. ”Terbukti berbagai UU di masa transisi itu telah memberi hadiah 13,9 juta hektar kepada korporasi dan elit oligarki. Jumlah hadiah itu nyaris setengah dari total jumlah izin yang diterbitkan sejak 1998 (30 juta hektar),” jelas Zenzi kemarin (1/10)

Tahun ini, tanpa malu, kata Zenzi, DPR dan Pemerintah Jokowi-JK dengan bejatnya memunculkan sederet rancangan Undang-undang sektoral yang merugikan rakyat. Akibatnya, tahun 2019 merupakan tahun paling parah dalam melaksanakan proses legislasi.  ”Ada 6 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berpeluang merugikan rakyat dan negara diproses sekaligus, antara lain RUU KPK, RUU SDA, RUU SBPB, RUU Pertanahan, RUU Minerba dan RUU KUHP,” katanya.   

Selain itu, menurut Zenzi UU Sumber Daya Air dan UU Sistem Budiaya Pertanian Berkelanjutan, secara substansi merupakan reinkarnasi dari  UU No. 7 Tahun 2004 Sumber Daya Air dan UU No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

Ironisnya, UU tersebut yang telah diuji dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi oleh akibat gugatan Petani dan Organisasi Masyarakat Sipil melalui Judicial Review, terbukti bertententangan dengan UUD 1945 dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dengan disahkannya kembali substansi Undang-Undang ini tentu kembali mengakomodir kepentingan korporasi untuk memaksa petani dan rakyat Indonesia menjadi konsumen tetap perusahaan penyedia kebutuhan pertanian dan perusahaan air minum.

Namun pada tahun ini, lanjut Zenzi, rencana jahat DPR RI dan Pemerintah mendapatkan gelombang protes besar-besaran dari kalangan mahasiswa, pelajar, petani, nelayan, buruh, masyarakat adat dan berbagai elemen masyarakat sipil. Metode aksi-aksi ekstra parlementer telah mendapatkan kemenangan kecil dengan dengan batal disahkannya setidaknya berbagai RUU yang tidak pro rakyat hingga 30 September 2019.

”Tapi sayang, berbagai RUU tersebut diover/dilanjutkan (carry over) ke DPR RI periode berikutnya. Lebih menyedihkan lagi, UU KPK, UU Sumber Daya Air dan UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yang menyulitkan petani telah disahkan,” katanya.  

Di sisi lain, DPR RI dan Pemerintah periode 2014-2019 menurut Zenzi hingga akhir masa jabatannya justru gagal mewujudkan hak rakyat bagi perlindungan dari kekerasan seksual. Terus ditelantarkannya janji menuntaskan RUU Masyarakat Adat dan RUU PKS merupakan sikap dari tidak seriusnya DPR RI dan Pemerintah dalam menjalankan mandat konstitusi.

”Ada lagi soal penegakan hukum dan pencabutan izin korporasi penyebab malapetaka asap selama ini tidak ditangani secara serius, tetapi justeru mengorbankan petani di desa-desa,” katanya.  

Hingga malam hari 30 September 2019, Zenzi mengatakan pihaknya masih menerima berbagi laporan korban fisik dari peserta aksi massa. Selain itu juga masih banyak kepanikan karena tidak sedikit peserta aksi yang tidak bisa pulang karena terus diserang aparat dan intel.

Zenzi mengatakan, sebelum dilantik sebagai presiden terpilih, presiden Joko Widodo harus menjawab Mosi Tidak Percaya dari gerakan mahasiswa dan rakyat serta memberikan penjelasan secara langsung. . “Kami mengingatkan, bahwa cara-cara mengundang segelintir orang atau tokoh yang disangka bisa mengalihkan keresahan rakyat yang dialami selama ini,” katanya.  

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB

Polri Upaya Pulangkan Dua Pelaku TPPO di Jerman

Sabtu, 23 Maret 2024 | 12:30 WIB

Operasi Ketupat Mudik Dimulai 4 April

Sabtu, 23 Maret 2024 | 11:30 WIB

Kaji Umrah Backpacker, Menag Terbang ke Saudi

Jumat, 22 Maret 2024 | 20:22 WIB
X