Dongkrak PAD dengan Elektronifikasi Transaksi

- Selasa, 1 Oktober 2019 | 12:25 WIB

SAMARINDA- Untuk mengurangi potensi terjadinya kebocoran dana yang masuk ke kas daerah, pemerintah daerah berusaha memperluas digitalisasi penyerapan anggaran. Tentu supaya transaksi tercatat di sistem secara online dan real time.

Kepala Bapenda Samarinda, Hermanus Barus mengatakan, elektronifikasi transaksi menjadi nontunai memberikan beberapa manfaat. Selain lebih praktis karena tidak perlu membawa banyak uang, juga meningkatkan akses masyarakat kepada sistem pembayaran (inklusif), aspek transparansi, meningkatkan sirkulasi uang dan perencanaan ekonomi menjadi lebih akurat.

Pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak dan retribusi daerah seperti pembayaran pajak kendaraan bermotor, PBB, pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan dapat dilakukan secara online (ATM, EDC atau CMS). Sedangkan dari sisi pengeluaran daerah, belanja pegawai telah dilakukan secara nontunai melalui bank yang ditunjuk.

 “Kami sudah melakukan beberapa menggunakan digitalisasi. Dampaknya sangat signifikan, pendapatan naik hingga 200-300 persen,” ungkap Hermanus saat ditemui pada kegiatan Sarasehan Elektronifikasi Transaksi Keuangan Kalimantan Timur 2019 di KPw-BI Kaltim, Senin (30/9).

Adapun PAD Samarinda hampir setiap tahunnya meningkat. Walaupun sempat menurun di angka Rp 499 Miliar pada 2018, pada 2017 mencapai Rp 517 miliar. Ini akan kembali mengalami peningkatan pada 2019. “PAD Samarinda pada triwulan kedua sudah mencapai angka Rp 462 miliar,” tambah Hermanus.

Potensi peningkatan PAD yang baru-baru ini dilakukan ialah pajak rumah burung walet. Pihaknya akan mendorong agar bisa dipungut dengan cara bekerja sama dengan Balai Karantina Pertanian. “Setiap mengurus surat balai harus menyertakan surat wajib pajaknya,” tegasnya. Penerimaan Pajak terbesar diperoleh dari hasil pajak penerangan jalan (PPJ).

Ada dua aspek yang harus dilakukan, yaitu patuh dan patut. Ketika patuh pasti membayar sesuai kewajibannya, namun apakah yang dibayarkan sesuai atau tidak itu soal kepatutan. “Biasanya kalau kita merasa curiga hal seperti itu pasti kami selidiki. Kita akan lakukan audit, biasanya dalam satu tahun sekali untuk mengurangi terjadinya kebocoran dan menutup peluang potensi terjadinya kebocoran,” tuturnya.

Adapun tantangan ke depan antara lain kesiapan wajib pajak, seperti rendahnya kesadaran wajib pajak untuk memungut dan melaporkan kewajiban pajaknya secara benar serta membayar tepat waktu. Saat ini belum semua wajib pajak sadar teknologi informasi sehingga membutuhkan sumber daya tambahan.

 “Wajib pajak yang sadar dan taat kewajibannya mulai menuntut pelayanan yang cepat, praktis dan transparan. Poin yang harus diperhatikan didorong ke depannya ialah kesadaran wajib pajak, melek teknologi, dan memenuhi tuntutan masa depan,“ tutupnya.

Akselerasi elektronifikasi transaksi keuangan di Kaltim memang terus digenjot. Karena program ini salah satu bentuk Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT). Bank Indonesia (BI) mencatat, transaksi nontunai di Kaltim pada triwulan II 2019 baru sebesar Rp 10,24 triliun dengan volume sebesar 254,05 ribu transaksi.

Diharapkan elektronifikasi di Kaltim bisa tumbuh dengan baik. Apalagi banyak keuntungan bisa didapat dengan melakukan transaksi nontunai. Seperti lebih praktis, akses lebih luas, transaksi transparan, efisiensi rupiah, serta mampu membuat perencanaan ekonomi lebih akurat.

Kepala Departemen Elektronifikasi dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) Bank Indonesia Rahmat Hernowo mengatakan, seluruh transaksi diusahakan sudah elektronik. Agar transaksi keuangan di Indonesia lebih modern, transparan serta tepat sasaran. Jika transaksi pembayaran di Kaltim seluruhnya dilakukan lewat elektronifikasi bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

 “Berdasar laporan yang saya dapat, dari Rp 780 miliar PAD Kaltim, hanya 10 persennya melakukan pembayaran lewat elektronifikasi, sisanya masih secara manual,” ujarnya. BI berharap transaksi elektronifikasi bisa mendekati 100 persen. Tapi ekosistemnya belum siap. Jadi ekosistemnya harus diciptakan. Seperti infrastruktur komunikasi, sinyal, jaringan, ketersediaan listrik dan sebagainya harus mendukung. Ekosistem itu menjadi fondasi awal menuju transaksi elektronifikasi yang lebih baik.

 “Bukan tidak bisa, Kaltim pasti bisa menuju transaksi yang lebih modern. Namun, masyarakatnya juga harus diedukasi dan didukung oleh infrastruktur,” ungkapnya. Sayangnya, di Kaltim masih banyak daerah remote yang minim jaringan dengan kualitas yang apik. Sehingga itu harus diperbaiki untuk mendukung program efisiensi rupiah lewat GNNT.

Menurutnya, di daerah juga membutuhkan Tim Perluasan Digitalisasi Daerah (TPDD). TPDD bisa berfungsi sebagai forum antar instansi dan stakeholder terkait untuk mendorong inovasi, percepatan, dan perluasan electronic trading platform (ETP) dalam mewujudkan transaksi elektronifikasi di Kaltim. “Kita harapkan, Kaltim bisa menjadi daerah yang turut mendukung gerakan nontunai agar rupiah bisa lebih efisien,” pungkasnya. (*/ain/ctr/ndu2/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB
X