Perjalanan karier penuh liku tak jadi halangan. Menjalani hidup yang serba terbatas tak membuat patah arang. Adith Raharjo memulai semua dari nol. Tidur di masjid, menjadi tukang parkir, hingga tukang cuci piring dia lalui. Peluhnya dulu begitu berarti. Mengajarinya banyak hal hingga berhasil menjadi general manager seperti saat ini.
MEMORI Adith Raharjo kembali mengawang pada masa mudanya. Setelah resmi menanggalkan seragam putih abu-abu, Adith memberanikan diri mengadu nasib dari kampung halamannya di Situbondo ke Denpasar. Tidak memiliki apapun, mau tak mau dia harus tinggal di masjid. Hingga ditawari menjadi juru parkir.
“Jadi tukang parkir dan tidur di jalan itu sudah biasa. Di parkiran itu kan biasanya ada banyak orang yang jual makanan, akhirnya kalau malam saya buka jasa mencuci piring mereka. Lalu, yang jualan itu memberi saya makanan gratis,” kenang Adith ditemui di Swiss-Belhotel Borneo Samarinda.
Tak berapa lama, Adith mendapat kabar bahwa di masjid tempat dia tinggal diadakan program bagi anak jalanan yang bakal diajari bahasa Inggris atau Jepang. Adith mengambil bahasa Jepang.
Seorang tour guide di Denpasar menjadi gurunya. Adith pun akrab dengan guide sekaligus gurunya itu. Saat libur, dia sering diajak memandu dan mengantar para turis. Berawal dari pengalaman tersebut, Adith mulai menikmati serunya dunia pariwisata.
“Akhirnya saya juga mulai mencoba melamar pekerjaan di hotel, tapi malah ditolak berkali-kali. Saya pikir, ya sudah tidak apa-apa yang penting harus terus belajar. Kemudian saya melihat lowongan pekerjaan di restoran Jepang dari koran. Saya konsultasi dengan guru saya. Disuruh coba dan ternyata diterima,” sambungnya.
Adith dan karyawan baru lainnya di-training. Dua minggu kemudian, diumumkan siapa yang diterima dan Adith kembali gagal. Namun, dia direkomendasikan menjadi tukang cuci piring. Di dapur, Adith belajar banyak hal.
“Ada satu rekan yang jaga restoran dan kami jadi akrab. Dia banyak mengajari saya tentang dapur dan memasak. Saya sampai hafal semua nama masakan Jepang,” jelas pria berkacamata itu.
Rupanya, rekan kerja Adith menawarinya melamar di restoran Jepang hotel bintang lima di Nusa Dua. Dia sempat pesimis karena tak memiliki kemampuan bahasa Inggris mumpuni. Namun, berkat pengetahuan bahasa Jepang beserta makanan, dia diterima sebagai waiter.
Semua dimulai dari bawah. Kariernya makin berkembang di divisi Food and Beverages. Pernah menduduki posisi captain, supervisor, asisten manajer, hingga general manager (GM) di Swiss-Belhotel Borneo Samarinda sejak satu setengah tahun lalu.
“Sebagai GM, tentu ada beberapa rintangan. Kebanyakan perihal internal. Saya selalu meyakini bahwa hotel hanyalah sebuah benda mati dengan segala perabotannya. Namun, yang membuat hidup adalah ruh-ruh di dalamnya. Saya dan para karyawan,” pungkasnya bijak. (*/ysm*/rdm2)