Bijak Bermedia Sosial, Sering Update Berujung Gangguan Mental

- Senin, 30 September 2019 | 16:50 WIB

Keberadaan media sosial (medsos) dalam genggaman membuat interaksi antara satu orang dengan yang lainnya bak tak terpisahkan jarak. Jarak ribuan kilometer bukanlah penghalang untuk saling terhubung satu sama lain. Hingga memunculkan berbagai kesehatan mental terkait hal tersebut.

 

INTERNET semakin maju dan canggih mampu membuat seseorang dengan mudah mengakses dan berbagi informasi. Masyarakat kian bebas membeberkan informasi terkait hal yang bersifat pribadi.

Beberapa orang dengan percaya diri membagikan kisah senang maupun sedih di akun medsos. Entah dalam bentuk video, foto, maupun tulisan. Walhasil, orang lain pun mampu mengetahui informasi pribadinya.

Dijumpai di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam Samarinda, dr Yenny Abdullah SpKJ menjelaskan, seseorang yang gemar membagi kisah pribadi pada akun medsos disebabkan banyak faktor. Kendati demikian, yang paling sering terjadi karena ingin mencari pembelaan.

CURHAT: Tak hanya mengakses informasi umum, informasi terkait data pribadi mudah ditemukan. Hal ini disebabkan oleh seseorang yang selalu meluapkan emosi melalui media sosial, baik kisah sedih maupun senang.

“Dibandingkan cerita senang, yang paling sering diumbar itu biasanya kisah sedih atau amarah. Misal, saat dirinya dikhianati pasangan atau bermasalah dengan rekan. Emosi itu enggak bisa dibendung lagi dan disalurkan melalui status,” ucap dokter spesialis kejiwaan tersebut.

Yenny membeberkan, orang yang berbuat seperti itu disebabkan banyak faktor. Eksternal maupun internal. Tetapi, yang paling marak terjadi karena memiliki gangguan.

Namun, psikiater itu menuturkan, belum ada satu jenis gangguan spesifik yang membahas tentang kasus emosi yang diluapkan ke medsos. Dikatakan sebagai gangguan, karena orang melakukan hal itu kebanyakan ingin mencari dukungan dan pembelaan diri.

Dia pun mengaitkan dengan mekanisme pembelaan diri manusia. Perlu diketahui, setiap manusia hampir selalu melakukan pembelaan diri terlebih dahulu ketika salah. Minim introspeksi diri karena ingin meringankan rasa sedih, kecewa, dan marah.

“Misal, ada anak yang tidak naik kelas. Kebanyakan orang akan berpikir, ah itu salah sang guru karena terlalu kejam. Atau malah menyalahkan keadaan, ya kan kemarin mati lampu, jadi enggak bisa belajar,” jelasnya.

Mekanisme pembelaan diri seperti itu juga dilakukan oleh orang-orang yang gemar curhat di medsos. Setelah melakukan pembelaan diri, kemudian mencari dukungan.

“Sebab, biasanya mereka itu kurang atau bahkan tidak sama sekali mendapat dukungan dari lingkungannya. Akhirnya hal yang enggak dia dapat di orang terdekat, dicari di medsos,” tambahnya.

Mendapat dukungan, mendapat suntikan semangat dari followers atau pengikut di akunnya, hingga merasa, banyak orang yang sepemikiran dengannya. Namun, permasalahan akan semakin rumit jika kenyataan tidak seindah yang diharapkan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Dewa 19 siap mengguncang Balikpapan, Minggu Ini

Sabtu, 27 April 2024 | 08:18 WIB

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X