Kesultanan Tidak Setuju Pakai Sumbangan

- Jumat, 27 September 2019 | 10:17 WIB

Pihak Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura memandang kegiatan bersifat budaya bisa dengan APBD, juga bisa tanpa APBD. Namun, jika berharap sumbangan dari pihak swasta (perusahaan), dikhawatirkan bakal terjadi tumpang tindih pembiayaan.

 

TENGGARONG–Pembiayaan event Tenggarong International Folk Arts Festival (TIFAF) jadi sorotan kalangan DPRD Kukar. Muncul wacana melibatkan pihak swasta atau pihak ketiga, sehingga event tahunan itu tidak membebani APBD Kukar.

Mengingat, dari kegiatan sebelumnya terdapat temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemberian uang saku kepada partisipan dianggap tidak sesuai ketentuan. Karena itu, pihak penyelenggara diminta lebih kreatif mencari sumber pendanaan.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Awang Yacoub Luthman mengatakan, kegiatan yang bersifat budaya ada dua kemungkinan, bisa dibiayai APBD, bisa tidak pakai APBD. “Tidak semestinya juga tak memakai APBD. Jika mekanismenya tidak memakai APBD maka harus jauh-jauh hari dipersiapkan. Tak bisa langsung stimulan tak menggunakan APBD,” ungkapnya.

Mantan ketua DPRD Kukar itu mencontohkan, kepentingan TIFAF 2019 ini menggunakan APBD Rp 2–3 miliar. Namun, event ini ter-recovery (perolehan kembali) langsung masuk pada proses PAD. “Kami merasa ada euforia yang tereskalasi pada perputaran perekonomian dalam dua pekan ini,” jelasnya.

Dampaknya, kata Awang Yacoub, dari event tersebut, warung makan dari kaki lima hingga restoran dari omzet per hari Rp 500–700 ribu, naik menjadi Rp 2–3 juta. Tak hanya itu, hotel-hotel di Tenggarong penuh.

“Ini fakta bukan saya asal ngomong. Tim kami yang mengkroscek omzet UKM bergerak 2–3 kali lipat. Itu artinya, kendati pemasukan dari APBD Rp 2–3 miliar tadi tidak terstimulan, namun eskalasi ekonomi masyarakat bergeliat,” ujarnya.

Dia tidak setuju dengan cara permintaan sumbangan ke beberapa perusahaan batu bara atau sponsor lain. Sebab, alokasinya malah tidak terukur. Apalagi hal biaya TIFAF ini masuk pos anggaran Dispar Kukar. “Ini malah bisa dobel-dobel satu alokasi biaya sponsor satu dari APBD, tapi kalau proses pendukung tak masalah ada sponsor. Tapi, kalau kegiatan utama tak bisa,” tuturnya.

Awang Yacoub mencontohkan, satu kegiatan partisipan Belanda mendapat uang saku dari sponsor. Sementara negara lain mendapatkan uang partisipan dari APBD. Pihaknya tidak menemukan formulasinya untuk menyatukan kepentingan APBD dan non-APBD ini.

Menurut dia, ini merupakan kepentingan budaya Kutai. Misalnya, Dispar tidak membiayai seperti kapasitas yang sekarang. TIFAF ini tidak dibiayai transportasi, tapi akomodasi dan konsumsi dibiayai Dispar. Kalau menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu tidak diperkenankan, harusnya BPK juga bicara dengan satu catatan yang bisa dilakukan dan solusinya.

“Kalau dianggap haram karena tidak membiayai pada tempatnya. Kalau bicara seperti itu semua orang juga bisa, tapi harus ada solusinya,” ucap dia. (adw/kri/k8)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X