273 Mahasiswa Dirawat, Lanjutkan Aksi Sampai Gol

- Kamis, 26 September 2019 | 11:15 WIB

JAKARTA-- Aksi mahasiswa yang memuncak pada Senin (23/9) dan Selasa (24/9) merupakan imbas dari pembahasan sejumlah regulasi bermasalah. Untuk itu, selama gol akhir pembatalan revisi UU KPK dan RKUHP belum tercapai, rakyat diharap terus bersatu mendesak agar pemerintah membuka ruang aspirasi secara luas.

Aktivis yang tergabung dalam berbagai LBH dan organisasi itu akan fokus memberikan bantuan hukum bagi mahasiswa yang ditangkap polisi selama aksi. Juga mempejuangkan pembelaan bagi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia yang kemungkinan dialami oleh mahasiswa. Namun, mereka mengingatkan agar masyarakat tidak teralihkan ke isu lain dan fokus pada gol perjuangan para mahasiswa sejak awal.

Pengacara publik LBH Jakarta Aghlif menyebutkan, pihaknya tetap mengawal seluruh undang-undang yang dinilai merusak cita-cita reformasi. Terutama UU KPK yang jelas-jelas melemahkan upaya pemberantasan antikorupsi. Selain itu, UU Perumusan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dan UU Pesantren yang baru disahkan juga berpotensi menimbulkan masalah demokrasi ke depannya. "Kita mau ngapain lagi? Jelas aksi. Jangan percaya omongan gugat saja ke MK. Itu bohong," ungkap Aghlif.

Mahasiswa memang sudah tidak turun kemarin. Mereka kini tengah berupaya mengumpulkan teman-teman yang belum kembali ke kelompoknya masing-masing. Meskipun aksi sempat berlangsung hingga malam, perwakilan mahasiswa membantah bahwa penyebab kerusuhan pada malam hari tersebut merupakan bagian dari mereka.

”Di sini teman-teman mahasiswa benar-benar steril dari oknum-oknum yang merusak dan membakar beberapa fasilitas publik. Oknum tersebut tidak terlibat dalam tuntutan kami,” tegas Presiden BEM UI Manik Margana Mahendra di Kantor LBH Jakarta kemarin. Dia juga berterimakasih kepada warga yang sudah memberikan dukungan berupa bantuan makanan maupun akses evakuasi selama aksi.

Manik menegaskan bahwa aksi mahasiswa kemarin bukan tiba-tiba datang dan memprotes anggota dewan. Karena sebelumnya telah dilakukan diskusi di berbagai lingkungan akademis untuk menyusun kajian permasalahan UU yang sedang dibahas. Hal tersebut diamini juga oleh Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu. “Mahasiswa di sini bukan ujug-ujug datang, kami melakukan kajian bersama masyarakat. Mari berdebat secara terbuka,” ungkap Erasmus.

Secara tegas, dia mengecam pemerintah yang terus-terusan menggunakan dalih dekolonisasi untuk merumuskan RKUHP. Karena semangat yang muncul dalam rancangan itu justru lebih mendekati kolonisasi. "Kami butuh KUHP yang kolonial, yang membungkam seluruh aspirasi masyarakat. Berhenti bicara dekolonisasi, berhenti urusi urusan privat warga negara. Jangan urusi moral kami, urusi moral para koruptor," tegas Erasmus.

Ketua Umum YLBHI Asfinawati menyampaikan tujuh tuntutan yang disampaikan publik dalam Aksi Nasional Reformasi Dikorupsi. Di antaranya menolak sejumlah RUU bermasalah dan mendesak pembatalan UU KPK, membatalkan pimpinan KPK bermasalah, menolak TNI/Polri menempati jabatan sipil, dan menghentikan kriminalisasi aktivis.

Selain itu, mereka menuntut dihentikannya militerisme di Papua, pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera serta menghukum pidana pembakarnya, dan menuntaskan pelanggaran HAM termasuk oleh penguasa. Terkait aksi mahasiswa, Asfinawati juga menuntut agar LBH diberi akses untuk memberi bantuan hukum. ”Ini persoalan kemanusiaan, teman-teman mahasiswa perlu dilindungi haknya,” tegas Asfina.

Di sisi lain, menindaklanjuti respresi yang dialami mahasiswa, sejumlah lembaga bergabung membuka posko pengaduan. Antara lain YLBHI, LBH Jakarta, LBH Pers, ICJR, Kontras, Lokataru, dan PP Muhammadiyah. Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menjelaskan, posko ini diperuntukan bagi mereka yang merasa anggota keluarga, teman, atau kenalan masih dirawat atau belum kembali pasca aksi demonstrasi.

Dari data yang dihimpun LBH Jakarta, ada sekitar 50 laporan yang masuk dari massa aksi yang mayoritas mahasiswa sejak Selasa malam hingga Rabu siang. "Ada yang mengatakan temannya belum kembali. Mereka juga khawatir ada sweeping di sekitar tempat aksi," jelas Arif kemarin.

Tindakan represif aparat korps cokelat dikritisi oleh Amnesty International Indonesia. Mereka mencatat bahwa langkah-langkah yang diambil petugas selama aksi massa 24 September lalu itu menyalahi SOP internal. "Ada banyak keanehan yang kami temukan di lapangan. Langkah represif dan penggunaan kekuatan berlebihan tidak sejalan dengan aturan internal Peraturan Kapolri 8/2019," jelas Campaign Manager Amnesty International Indonesia Puri Kencana Putri kemarin.

Puri membandingkan tindakan aparat dengan upaya pengamanan kerusuhan 22 Mei lalu. Saat itu, kepolisian membuka ruang dialog dan bahkan berkomunikasi dengan massa di tengah aksi. Langkah tersebut tidak dilakukan dalam aksi mahasiswa Selasa kemarin. Puri menyebutkan bahwa secara internal sudah diatur tentang pengendalian massa.

Tepatnya pada pasal 43, dalam upaya mengatasi kerusuhan massal, anggota kepolisian harus menerapkan urutan tindakan mulai dari penggunaan kekuatan paling lunak atau persuasif, sebelum melakukan tindakan represif. Penindakan kerusuhan dengan alasan apa pun juga harus tetap mengupayakan seminim mungkin timbulnya korban. "Standar yang diterapkan berbeda dengan saat aksi Mei," lanjut Puri.

Penggunaan water canon dan gas air mata pun menurut Puri menyalahi aturan. Dalam penanganan aksi massa, aparat kepolisian membagi status ke dalam tiga jenis. Status hijau ketika aksi tertib, status kuning ketika harus ada kebutuhan negosiasi dengan massa, dan status merah ketika mulai terjadi kerusuhan. "Tetapi kemarin dari hijau statusnya langsung merah sehingga terjadi water canon dan gas air mata," paparnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X