Nilai Ekspor Harus Lebih Tinggi

- Selasa, 24 September 2019 | 14:40 WIB

SAMARINDA- Nilai ekspor Kaltim pada semester I 2019 mengalami perlambatan. Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim mencatat, secara kumulatif periode Januari-Juli 2019 nilai ekspor Bumi Etam mencapai USD 9,65 miliar atau turun 9,45 persen dibanding periode yang sama pada 2018.

Pemprov Kaltim beranggapan masih banyak nilai ekspor yang belum tercatat dengan baik. Seharusnya nilai ekspor Kaltim lebih tinggi. BPS memproyeksikan kinerja ekspor luar negeri Kaltim triwulan III 2019 tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.

Hal itu seiring kebijakan restriksi impor batu bara Tiongkok diperkirakan berdampak pada penurunan permintaan batu bara Kaltim. Tren harga komoditas yang masih terus mengalami penurunan juga diperkirakan menjadi salah satu faktor penahan laju pertumbuhan ekspor luar negeri Kaltim.

Meski nilai ekspor melemah, neraca perdagangan Kaltim tetap menunjukkan nilai yang positif (surplus). Tapi nilainya terus mengecil. Dari Januari–Juli 2019, neraca perdagangan Kaltim tercatat surplus sebesar USD 8,08 miliar, angka ini mengalami penurunan jika dibanding dengan neraca perdagangan pada periode yang sama pada 2018 yang surplus sebesar Rp 8,29 miliar.

Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, saat ini ekspor Kaltim kerap mengalami kerugian. Bahkan dia meyakini kerugiannya mencapai Rp 1,3 triliun pada 2018 akibat tidak ketatnya pengawasan ekspor. Karena mulai dari perizinan hingga keluar komoditas Kaltim sering kali datanya tidak sinkron. Data izin ekspor, pengapalan hingga keluar daerah sering berbeda.

“Ternyata susah juga memantau ekspor kita, tapi saya rasa jika dipikirkan susah maka akan susah. Mau sampai kapan ekspor kita terus menerus merugi,” ujarnya, Senin (23/9).

Dia meminta, dengan teknologi yang sudah canggih seharusnya tidak ada lagi data yang tidak sinkron. Tapi ternyata di lapangan, Kaltim tercatat mengalami kerugian Rp 1,3 triliun akibat banyaknya komoditas yang tidak tercatat. Pihaknya menyadari, di luar Jawa keadilan pembangunan belum terjadi. “Tapi kami sebagai warga negara yang baik ingin pemerataan pembangunan. Agar teknologi yang dimiliki daerah lain juga kami punya,” katanya.

Tentu supaya tidak ada lagi ekspor yang tidak tercatat. Jika pencatatan lebih baik, pihaknya meyakini nilainya lebih baik. Tapi terlepas dari itu, memang butuh ditumbuhkan sektor-sektor lain untuk mendongkrak ekspor. Produk hilirisasi yang dibutuhkan sehingga ekspor tidak bergantung pada batu bara saja.

“Hilirisasi crude palm oil (CPO) yang paling potensial, kawasannya sudah kita sediakan tinggal menarik investor agar mau investasi hilirisasi CPO di sana,” tutupnya. (ctr/ndu)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X