Jokowi Minta 14 Pasal RUU KUHP Dikaji Ulang

- Sabtu, 21 September 2019 | 11:26 WIB

JAKARTA– Makin tingginya gelombang penolakan pada Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) membuat pemerintah melunak. Kemarin Presiden Jokowi akhirnya memutuskan untuk menunda pengesahan RUU kontroversial tersebut.

Jokowi mengatakan, dirinya telah mengikuti perkembangan pembahasan RUU KUHP secara seksama. Setelah mencermati masukan berbagai kalangan, dia menilai masih ada materi yang butuh pendalaman. "Saya perintahkan Menkum HAM untuk sampaikan sikap ini pada DPR. Yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda," ujarnya di Istana Kepresidenan, Bogor, kemarin (20/9).

Setidaknya, lanjut dia, ada 14 pasal yang masih perlu didalami. Namun, mantan Wali Kota Solo itu tidak merinci 14 pasal tersebut. "Nanti ini yang akan kami komunikasikan dengan DPR maupun masyarakat yang tidak setuju," imbuhnya.

Jokowi meminta agar RUU KUHP tidak dipaksakan disahkan pada DPR periode 2014-2019. Namun bisa di-carry over di periode selanjutnya. Di sisa waktu yang ada, dia memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly untuk menjaring masukan masyarakat, khususnya yang tidak sepakat dengan pasal per pasal.

Kebijakan itu langsung direspons legislator. Ketua DPR Bambang Soesatyo menyampaikan, dirinya telah berkomunikasi dengan para pimpinan fraksi. Para pimpinan fraksi, kata dia, sepakat untuk mengkaji kembali pasal-pasal dalam RUU KUHP yang dianggap presiden perlu pendalaman. Dengan sikap presiden itu, tambah dia, rencana mengesahkan RUU KUHP pada Selasa pekan depan (24/9) akan ditunda. ’’Bukan dibatalkan lho. Tapi ditunda untuk pendalaman pasal-pasal,” kata Bambang Soesatyo kemarin.

Bamsoet mengaku tidak tahu norma-norma yang menjadi catatan Presiden Jokowi. Namun, secara sepintas, tambah dia, ada beberapa pasal yang menjadi catatan. Yaitu, pasal-pasal terkait kumpul kebo, kebebasan pers, dan delik penghinaan terhadap presiden. ’’Saya kira itu yang menjadi catatan beliau. Dan akan kita selaraskan dengan panja (panitia kerja, Red),” paparnya.

RUU KUHP memang mendapat perhatian luas. Selain publik dalam negeri, tekanan pihak luar sepertinya juga mempengaruhi dinamika pembahasan RUU tersebut. Salah satunya terkait dengan pasal yang menyangkut LGBT. Bamsoet mengakui, pasal tersebut menjadi perhatian pihak asing. Terutama dari negara-negara Eropa. Beberapa waktu lalu, tutur dia, beberapa aktivis dari Eropa berkunjung ke DPR. Mereka menanyakan langsung pasal-pasal yang terkait erat dengan LGBT. ’’Ketika kita masuk dalam pasal-pasal itu, mereka menentang keras. Jadi itulah yang saya bisa katakan,” ungkap politikus Golkar itu.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyayangkan penundaan pengesahan RUU KUHP. Dia bilang, pembahasan RUU tersebut sudah melalui proses panjang. Karena itu, ketika DPR dan pemerintah sepakat dalam pengambilan keputusan Rabu lalu (18/9), tahapannya tinggal disampaikan dalam rapat paripurna yang diagendakan Selasa depan. ’’Bayangkan, seratus tahun lebih kita pakai KUHP tinggalan Belanda. KUHP itu sudah tidak dipakai lagi di negara asalnya. Kok kita masih mempertahankannya menjadi induk hukum pidana di Indonesia,” kata Fahri.

Menurut dia, jika ingin menunda pengesahan RUU KUHP, presiden harus menggelar rapat konsultasi dengan DPR. ’’Sebelum memutuskan untuk ditunda, sebaiknya presiden rapat dulu dengan DPR,” imbuhnya. Menurut dia, Presiden Jokowi belum memahami maksud RUU KUHP tersebut. DPR dan pemerintah, kata dia, bermaksud melakukan kodifikasi UU melalui RUU KUHP. ’’Apa yang selama ini dikeluhkan Jokowi bahwa UU kok banyak dan bertele-tele. Melalui RUU KUHP kita ingin menjawab keraguan itu,” tegas politikus asal Sumbawa, NTB, itu.

Pada bagian lain, fraksi-fraksi pendukung pemerintah kompak setuju dengan permintaan Jokowi. Ketua Fraksi PPP Arsul Sani menyampaikan, pihaknya akan mempertimbangkan permintaan presiden tersebut. ’’Yang berwenang membahas UU kan DPR dan pemerintah. Kalau salah satu pihak tidak setuju ya harus ditunda,” kata Arsul.

Anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menambahkan, tidak masalah RUU KUHP ditunda. Menurut dia, penundaan bisa dilakukan untuk menyempurnakan pembahasan pada pasal-pasal yang dinilai kontroversial. Apalagi, kata dia, pengesahan RUU KUHP Selasa pekan depan belum pasti karena hanya rencana. ’’(Pengesahan RUU KUHP, Red) kan masih berupa usulan. Kan belum masuk di Bamus (Badan Musyawarah),” kilahnya.

 

Minta Dibatalkan

Menurut Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, RUU KUHP tegas harus ditolak. ”Sebaiknya dibatalkan, tidak ditandatangani,” ungkap dia kemarin. Menurut dia, Presiden Jokowi harus belajar dari almarhum Presiden B. J. Habibie. Oleh teknorat yang belum lama berpulang itu, RUU Keamanan, Keselamatan, dan Penanggulangan Keadaan Bangsa tidak ditandatangani.

Sehingga RUU tersebut tidak berlaku. Usman menyebut, Jokowi harus melakukan hal serupa terhadap RUU KUHP. Dengan isi RUU KUHP saat ini, dia menyebutkan bahwa penundaan tidak cukup. Dia menyatakan, RUU itu harus ditolak. ”Harus ada perombakan besar-besaran,” imbuhnya. Jangan sampai aturan tersebut kemudian disahkan. Sebab, hal itu bisa menjadi kemunduran bagi Indonesia.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X