SAMARINDA–Integritas pengadil di Kaltim mendapat sorotan tajam selepas Kayat. Hakim di Pengadilan Balikpapan yang tertangkap tangan KPK mendagangkan perkara pada Mei lalu.
Perkara itu pun telah bergulir di Pengadilan Tipikor Samarinda Rabu, 18 September. Lalu, seperti apa proses pelanggaran tersebut terhadap status kehakiman Kayat?
Menurut Subiharta, juru bicara Pengadilan Tinggi Kaltim, selepas operasi tangkap tangan itu status Kayat langsung dinonaktifkan dan telah diproses di MA untuk diberikan sanksi. “Sembari menunggu proses yang ada inkrah. Hak-haknya sebagai hakim pun dicabut sementara,” ucapnya ditemui media ini di Pengadilan Tinggi Kaltim (19/9).
Kasus yang menyeret Kayat, sebut Subiharta, memang menjadi preseden buruk. Tapi, semua itu merupakan ulah oknum yang memanfaatkan kewenangan hakim sebagai pengadil. Mengawal independensi para penjaga muruah Tuhan sudah digalakkan. Semisal penerapan Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (ZI WBK/WBBM).
“Setiap hakim sudah mendapat tunjangan yang cukup besar. Jadi kalau masih ada yang melanggar integritas itu jelas tak lagi ditoleransi,” tegasnya.
Memang, terang dia, jauh sebelum operasi tangkap tangan (OTT) lembaga antirasuah itu terdapat aduan masyarakat atas etik Kayat. Saat itu, selepas verifikasi pembinaan Pengadilan Tinggi Kaltim tidak terbukti adanya pelanggaran etik yang membuat peradilan tingkat II itu memberikan sanksi. “Hanya teguran, tapi dari teguran itu jelas diperingatkan agar sesuai koridor dalam bekerja,” sambungnya.
Dari OTT itu, Mahkamah Agung, sebut dia, juga memberi efek jera ke pimpinan ketua PN Balikpapan yang dimutasi ke Surabaya menjadi hakim karier biasa. “Karena sebagai pimpinan gagal mendidik bawahan,” tutupnya. (*/ryu/dns/k8)