Polisi Sudah Tetapkan 9 Tersangka

- Rabu, 18 September 2019 | 14:19 WIB

SAMARINDA–Kabut asap telah menyebar dan menyelimuti langit Kaltim sepekan terakhir. Membuat sesak dan membatalkan sejumlah penerbangan. Kemarin (17/9), Bandara APT Pranoto Samarinda benar-benar lumpuh. Tak ada satu pun penerbangan. Maskapai Citilink dan Garuda Indonesia memilih tidak terbang hingga 18 September.

Sementara Nam Air membatalkan seluruh penerbangannya via APT Pranoto Samarinda hingga 19 September. Adapun Lion Air Group yang memiliki jadwal penerbangan paling banyak di Bandara APT Pranoto memilih untuk mengalihkan seluruh penerbangannya melalui Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan.

Pengalihan ini sudah berlangsung sejak Senin (16/9) dan akan berakhir hingga pemberitahuan lebih lanjut (until further notice/ UFN). Diketahui, mulai dari pukul 06.30-18.00 Wita (operasional bandara), jarak penglihatan (visibility) di Bandara APT Samarinda di bawah standar.

Jarak pandang yang aman untuk lepas landas maupun mendarat di Bandara APT Pranoto Samarinda adalah 5 ribu meter atau 5 kilometer.

Apabila jarak pandang di bawah itu, maka penerbangan dialihkan atau dibatalkan. (selengkapnya lihat grafis). Tahun ini, dampak kabut asap dirasa lebih parah dibandingkan tahun sebelumnya. “90 persen itu dari manusia yang mau buat kebun. Ciri-cirinya itu, pohon ditumbangkan dahulu baru dibakar. Berbeda dengan terbakar sendiri, pohonnya mungkin masih berdiri, tetapi sudah terbakar,” kata Kasi Pengendali Kerusakan dan Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Kaltim Shahar Al Haqq kepada Kaltim Post, Selasa (17/9).

Dia menjelaskan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi saat ini akibat ulah manusia. Sebaliknya, jarang sekali karena faktor alam. Memang, sebutnya, ada teori seperti pergesekan kayu atau kena petir yang menyebabkan api. Namun hal ini tak terjadi di Kaltim. “Bisa juga karena puntung rokok yang dibuang di pinggir jalan. Sebab panas, oksigen ada, pemicu api ada, bahan bakar si semak ilalang itu ada,” imbuhnya.

Kondisi di Kaltim, lanjut Shahar, tak banyak lahan gambut seperti di Kalimantan Tengah. Kebanyakan adalah semak. Penanganan lahan gambut lebih rumit dan asapnya lebih tebal. Klaim dia, kabut asap di Kaltim akibat kiriman dari Kalteng dan Kalbar. “Saat ini kondisi angin ke arah timur. Jadi, dari Kalteng atau Kalbar, larinya ke tempat kita (Kaltim),” jelas dia.

Berdasarkan hitungan sementara pihaknya, luas hutan yang terbakar di Kaltim sejauh ini mencapai 380 hektare. Shahar pun belum bisa memastikan apakah pembakar adalah murni masyarakat atau masyarakat yang dibayar pengusaha seperti yang terjadi di Riau. Meski begitu, sejauh ini penemuan di lapangan umumnya masyarakat yang membakar lahan.

“Kalau perusahaan belum dapat karena perusahaan itu kami tekan. Di perusahaan harus ada tim pemadam kebakaran untuk hutan-hutan di sekitar mereka. Kalau enggak, kami enggak rekomendasi. Tiap bulan, kami memeriksa mereka. Sejauh ini kelihatannya patuh semua,” sambung Shahar. Padahal, undang-undang sudah melarang praktik membakar hutan untuk membuka ladang pada saat musim kemarau.

Selain itu, membakar lahan batasnya hanya 2 hektare. Tak cukup itu, harus melakukan pemberitahuan ke kepala desa setempat dan kepala desa harus memberitahukan ke dinas lingkungan hidup di kabupaten/kota. Jika tidak, sanksi menanti. Meski begitu, kemarin, dia mendapat informasi jika di Paser sudah ada tiga orang dan satu orang di Segah, Kabupaten Berau ditangkap terkait kebakaran hutan.

Diakui Shahar, tidak mudah menetapkan tersangka karhutla. Sebab, harus ada dua alat bukti. Sedangkan, aparat tak bisa terus-terusan memantau langsung lahan-lahan yang begitu luas. Sementara itu, laporan hotspot dari satelit juga bukan berarti seratus persen titik api. Tetapi pancaran panas berlebih yang ditangkap satelit. Jadi, sumber panasnya bisa bermacam-macam. Bukan sekadar kebakaran lahan.

Maka dari itu, pihaknya memanfaatkan tim Masyarakat Peduli Api (MPA), pos pantauan milik pemerintah, dan juga pantauan dari perusahaan-perusahaan. “Memadamkan api itu bukan perkara mudah. Bisa timbul korban jiwa dari mereka yang memadamkan itu,” ucap Shahar.

Sejauh ini, belum ditemukan korban jiwa di Kaltim. Namun, baru saja empat orang timnya hampir sekarat karena kesulitan bernapas saat memadamkan api di Berau. Dia mengungkapkan, lokasi api yang jauh dari akses jalan membuat mereka banyak kehabisan energi. Di sisi lain saat api benar-benar membesar dan dikepung asap.

Sehingga opsi mereka hanya lari keluar. Namun, jika tak bisa keluar, jalan satu-satunya adalah mencari lubang.

“Curi napas di lubang di tanah. Kemudian lari secepat-cepatnya keluar,” paparnya. Kemarin, titik api terpantau paling banyak berada di Paser. Menukil data BMKG hingga pukul 21.00 Wita, jumlah titik panas (hotspot) mencapai 17 titik. Lalu disusul Berau sebanyak 14 hotspot.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X