TANJUNG REDEB-Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) diperkirakan masih terus terjadi. Dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Berau kemarin (17/9), sebaran titik panas mencapai 48 titik, dan tersebar di sembilan kecamatan.
Terbanyak ada Kecamatan Segah dengan 11 titik. Wakil Bupati Berau Agus Tantomo, bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau Thamrin, meninjau lokasi lahan yang terbakar di Kecamatan Tabalar kemarin. Agus memantau proses pemadaman. "Pembakarnya telah diamankan kepolisian, saat ini sudah ditahan," katanya saat diwawancarai di sela-sela pemantauan kemarin.
Dari pengamatannya, lokasi karhutla memang sangat sulit diakses truk-truk pemadam kebakaran. Tidak diketahui pasti luasan hutan dan lahan yang terbakar. Namun, melihat kondisi di lapangan, seluas mata memandang semuanya sudah menjadi abu. Mengenai status lahan terbakar, Agus menyebut masuk dalam kawasan area penggunaan lain (APL). Namun, lanjut dia, ada warga yang merasa memiliki lahan tersebut, yang diduga berniat menjadikannya perkebunan kelapa sawit. “Praktisnya setelah lahan kering, mereka bakar,” katanya.
Personel di lapangan kerap menemui kesulitan. Sebab, banyak lahan yang terbakar sulit dijangkau truk pemadam. "Jadi harus membuka jalan supaya bisa dilewati," ucapnya.
Hari ini, Wabup berencana mengundang Polres Berau, Kodim 0902/TRD, Skadron 13/Serbu, dan pihak terkait lainnya untuk menggelar rapat membahas karhutla.
Khusus untuk skadron, turut diundang kembali mengajukan peminjaman helikopter agar membantu dari sisi udara.
Bagi pelaku pembakar, wabup meminta tindakan hukum tegas. “Tujuh orang yang diamankan dan KTP-nya tercatat sebagai warga Tarakan,” terangnya.
Ketua Sementara DPRD Berau Madri Pani turut menyoroti permasalahan kabut asap di Bumi Batiwakkal. “Memang setahu saya kabut asap bukan karena karhutla yang di terjadi Berau, lebih besar asap kiriman dari Kalteng dan Kalsel," katanya.
Terkait kebiasaan masyarakat yang membuka lahan untuk pertanian dengan cara membakar, Madri tidak bisa menyalahkannya. Sebab, lanjut dia, cara itu dilakukan turun-temurun. Namun, ketika masyarakat membakar lahan untuk pertanian, terlebih dahulu melakukan antisipasi agar kebakaran tidak meluas. Dengan cara menyekat lahan yang akan dibakar, serta telah mendapat izin secara adat sebelum membakar lahan.
"Di tahun-tahun sebelumnya tidak ada asap. Jadi tidak bisa menyalahkan masyarakat. Artinya, ayo evaluasi kelemahan ini dan selalu tanggap dalam permasalahan karhutla. Dampaknya berpengaruh ke kesehatan dan perekonomian masyarakat,” pungkasnya. (arp/*/plp/*/oke/udi/dra2)