Cukai Rokok Naik, Diyakini Perokok Pemula Turun

- Rabu, 18 September 2019 | 10:48 WIB

JAKARTA  – Pemerintah berencana menaikan cukai rokok. Hal ini mendapat apresiasi Kementerian Kesehatan. Menaikan cukai rokok diharapkan dapat menurunkan perokok pemula.

Menurut riset dasar kesehatan (riskesdas) 2013, jumlah perokok pemula sekitar 7,1 persen. Namun jumlah tersebut meningkat pada 2018 menjadi 9,2 persen. Padahal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menargetkan jumlah perokok pemula turun menjadi 5,4 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyatakan bahwa tahun depan cukai rokok naik 23 persen. Salah satu misinya adalah menurunkan jumlah perokok.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono menuturkan bahwa salah satu cara mengurangi perokok pemula adalah dengan menaikan cukai. ”Kenaikan cukai tidak satu-satunya. Namun secara teoritis dan empiris dapat mengurangi belanja rokok,” ungkapnya kemarin (17/9) di Kemenkes. Menurut data Badan Pusat Stastistik (BPS), rokok merupakan barang yang dibelanjakan kedua dalam kehidupan rumah tangga setelah beras. Hal ini membuat miris lantaran angka pemenuhan gizi masih rendah.

Anung berharap, cukai rokok tak hanya berkisar 23 persen hingga 35 persen. Namun bisa diterapkan lebih tinggi. Bahkan dia mendukung jika perokok tidak mendapatkan jaminan kesehatan nasional yang dibiayai pemerintah atau peserta penerima bantuan iuran (PBI).

Upaya lain untuk mengurangi jumlah perokok, Kemenkes melakukan edukasi. Menurut Anung kesadaran bahwa rokok memiliki banyak bahya harus disadari oleh masyarakat atau konsumen. Selanjutnya, upaya untuk mendapatkan rokok haruslah tidak mudah.

Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI Abidllah Ahsan mengungkapkan bahwa seharusnya rokok diperlakukan seperti alkohol. Salah satunya dengan tidak bisa dijual secara bebas. Hal ini didasari bahwa tak hanya perokok pemula saja yang mengkhawatirkan namun juga laki-laki diusia produktif. ”70 persen laki-laki berusia 25 hingga 45 merokok. Bisa dibayangkan pencari nafkah merokok, padahal bisa dialokasikan untuk kebutuhan lainnya,” ucapnya kemarin di tempat yang sama.

Dia mengungkapkan kenaikan cukai ini harusnya lebih bayak diterapkan pada rokok kretek mesin. Sebab jenis rokok ini memiliki jumlah konsumen yang banyak dan pabrik justru lebih banyak memproduksi ini. Harga rokok jenis ini juga lebih mahal. ”Masyarakat ternyata mampu membeli,” ucapnya.

Selama ini, kenaikan cukai rokok selalu dikaitkan dengan isu ketenaga kerjaan. Abidillah membantah hal ini. ”Rokok kretek dengan tangan itu memang tertekan karena kretek mesin,” bebernya. Dia menyatakan, jika pemerintah ingin menunjukkan keseriusannya maka rokok kretek mesin ini harus lebih banyak diberikan cukai.

Dia mengungkapkan setidaknya harga rokok kretek dengan mesin naik dua kali lipat. ”Perbatang setidaknya Rp 2240,” ungkap Abidillah. (lyn)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X