JAKARTA - Masalah tak hanya terjadi pada manusia. Satwa pun terdampak dalam karhutla ini. Salah satunya adalah orangutan. CEO Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Jamartine Sihite menyatakan bahwa asap mengganggu orangutan. ”Manusia ini bisa teriak. Bisa pakai masker. Satwa tidak,” ungkapnya.
Dia berharap karhutla tahun ini tidak lebih parah dari 2015. Jamartine ingat kejadian empat tahun lalu di mana api dekat dengan kandang orangutan yang akan dilepasliarkan. Jaraknya sekitar 300 meter. Ini membuat panik dan resah. ”Kalau foto yang di media sosial itu foto 2015. Fotonya saat orangutan “sekolah” di alam,” ungkapnya.
Di media sosial memang ramai foto orangutan yang berada di tengah hutan yang telah terbakar. Foto tersebut viral dan mampu mengetuk hati warga net. Melihat hal ini, Jamartine berpikir positif bahwa niat mereka yang menyebarkan foto itu adalah untuk mengingatkan agar kejadian 2015 tak terjadi lagi. Meski kejadian itu sudah lampau, tak semestinya diabaikan.
Pengalaman lainnya adalah BOSF mengevakuasi gerombolan orangutan yang berpindah tempat karena tertitorinya terbakar. Kejadian 2015 itu membuat 80an anak orangutan terpisah dari orang tuanya. Ini karena saat berpindah, jarak pandang mengganggu navigasi orangutan. ”Padahal induk orangutan tak pernah meninggalkan anaknya,” bebernya.
Bahkan saat itu lahan milik BOSF di Kalimantan Tengah terbakar. Pascaterbakar, lahan itu ditanami oleh orang tidak dikenal. Hal ini sudah dilaporkan kepada kepolisian namun hingga sekarang tak ada tindakan hukum.
Sekarang, meski tak separah dulu, Jamartine masih khawatir. Terutama terkait kesehatan orangutan di tempat rehabilitasinya. ”Kami berikan protein dan obat-obatan,” ungkapnya. Secara genetik, manusia dan orangutan mirip. Sehingga penyakit yang diakibatkan oleh asap juga sama.
Dia juga mengkhawatirkan setelah kejadian kebakaran hutan ini akan mempengaruhi ekosistem. ”Banyak reptil yang mati. Seperti ular itu,” imbuhnya. Sedangkan burung dapat terbang mencari tempat yang aman.
Selain itu, pascakebakaran pohon tidak berbuah. Hal ini tentu mengurangi ketersediaan pangan bagi satwa liar. Jamartine hanya berharap agar pemerintah serius menangani karhutla. Menurutnya langkah pencegahan harus diupayakan. (lyn)