SAMARINDA– Pembangunan Bandara Samarinda Baru (BSB) yang kini bersulih nama menjadi Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto membawa kisah runyam ketika upaya all-out pemkot pada era Achmad Amiens menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2007–2009.
Perselisihan antara PT Nuansa Cipta Realtindo (NCR) dan pemkot serta pemprov jadi konsumsi publik ketika NCR membawa langkah pemkot yang memutus kontrak pengerjaan bandara di Sungai Siring, Samarinda Utara, itu ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Di lembaga hukum sengketa dagang itu, pemkot dinilai jelas melanggar kerja sama ketika pemutusan sepihak diambil dan dituntut mengganti rugi pekerjaan NCR yang belum terbayar. Jumlahnya fantastis, Rp 137 miliar.
Tak puas, langkah lain untuk menggugurkan putusan BANI itu diambil lewat Pengadilan Negeri Samarinda. Tapi, hingga perkara ini diputus Mahkamah Agung (MA) pada 27 Mei 2013. Pemkot tetap kalah telak. Berbekal putusan itu pula pemkot harus mengganti kerugian atas wanprestasi itu.
Sumber pendanaan kegiatan selama dikerjakan NCR bersumber dari APBD pemkot dan pemprov membuat keduanya harus membagi pembayaran berdasarkan kerja sama pembangunan bandara itu, pemkot 40 persen dan pemprov 60 persen.
Dengan begitu, biaya yang harus diangsur sejak putusan MA itu inkrah berdasarkan pembagian pendanaan awal pekerjaan itu, sebesar 60 persen atau sekitar Rp 82,2 miliar jadi tunggakan pemprov Kaltim dan 40 persen sisanya ditanggung pemkot.
Sejak cicilan pertama di APBD Perubahan 2013 hingga APBD 2019 nilai utang terus menyusut dan tersisa Rp 83 juta yang belum dilunasi pemkot ke rekanan itu. Pembayaran terakhir di perubahan 2019 ini justru berkelindan perselisihan perhitungan antara pemkot dan pemprov. “Perhitungan kami sisa segitu (Rp 80 juta) dan bakal dilunasi tahun ini. Tapi pemprov mengira sudah lunas,” ucap Inspektur Inspektorat Daerah (Itda) Samarinda Mas Andi Suprianto selepas memimpin rapat pembahasan pembayaran utang itu di Balai Kota, beberapa waktu lalu.
Munculnya selisih perhitungan ini perlu segera dibenahi. Mengingat, anggaran perubahan 2019 jadi tahun terakhir pemkot menjalankan putusan lembaga hukum tertinggi tersebut. Asistensi anggaran perubahan dengan pemprov yang masih berjalan pun, sebut Andi, akan dimaksimalkan untuk memverifikasi besaran utang yang belum terbayar antara pemkot dan pemprov. “Makanya dikoordinasikan dulu dengan pemprov. Karena itu tanggungan pemprov,” singkatnya. (*/ryu/dns/k8)