KEBAKARAN hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Paser sudah berlangsung dua bulan terakhir. Hingga Ahad (15/9), total luas lahan yang terbakar di Paser mencapai 6.715 hektare. Perinciannya, 6.492 hektare di tanah mineral dan 223 hektare di lahan gambut.
Jauh hari sebelumnya, status siaga tanggap darurat karhutla telah ditetapkan Pemkab Paser. Mulai15 Juli hingga 12 Oktober 2019. Atau selama 90 hari. Sejauh ini pelaku di balik karhutla yang menyebabkan kabut asap masih abu-abu. Kabag Ops Polres Paser Kompol Bergas Hartoko mengatakan, sejak marak karhutla beberapa tahun terakhir, belum pernah ada penanganan perkara hukum yang masuk ke meja Polres Paser.
Alasannya, aparat sulit menindak pelaku yang membakar. Sebab, lokasi kejadian jauh dari pengamatan aparat.
"Jika ada unsur pidananya pasti akan ditindak. Namun sampai saat ini, sangat sulit menemukan bukti dan pelakunya di lapangan. Tiba tiba kami hanya mendengar kabar kebakarannya," kata Bergas, kemarin (16/9).
Dirinya berharap, warga bisa membantu kepolisian di lapangan untuk mengungkap dan menangkap pelaku karhutla. Yakni melapor disertai bukti jelas. Jika sampai ada yang tertangkap tangan, Bergas memastikan, langsung diproses hukum tanpa harus ada bukti.
Bergas menyebut, selama ini banyak warga takut menjadi saksi untuk urusan hukum karhutla. "Untuk penindakan karhutla ini pastinya saksi akan kami lindungi," tuturnya. Di sisi lain, pihaknya menambah 10 personel di tiap polsek yang tersebar di Paser dalam rangka penegakan hukum.
Jadi, dari semula 20 personel menjadi 30. Lanjut dia, polsek menjadi ujung tombak penanganan karhutla. Mereka diperintahkan menginterogasi para pemilik lahan. Hanya, hambatan penindakan selama ini adalah sulitnya mencari keterangan dari pemilik lahan. Sebab, tempat tinggalnya jauh dari lahan yang terbakar.
Sementara itu, di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), polres masih menyelidiki penyebab kebakaran lahan gambut di areal Kelurahan Petung dan Desa Giripurwa Kecamatan Penajam. Salah satunya, dengan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi dan pemilik lahan.
Hasil pemeriksaan sementara menyebutkan bahwa kebakaran lahan tersebut bukan murni dilakukan dengan sengaja. “Kami masih dalami penyebabnya. Dengan mencari informasi sekitar lokasi dan mencari sumber-sumber keterangan yang ada,” ucap Kapolres PPU AKBP Sabil Umar. Diketahui, sejak Ahad (8/9) pekan lalu, ratusan hektare lahan gambut terbakar di RT 11 dan RT 12, Kelurahan Petung dan Desa Giripurwa, Kecamatan Penajam. Luas areal yang terbakar sekira 110 hektare dengan material gambut tebal.
Sementara itu, merespons kebakaran lahan di dekat Bandara APT Pranoto Samarinda, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, jika masyarakat membakar untuk kepentingan ladang, tak mungkin asapnya besar hingga turut berkontribusi mengganggu penerbangan di Bandara APT Pranoto Samarinda.
Dirinya pun meminta polisi mengungkap penyebab kebakaran dan menindak pelakunya. Sebab, sambung Wagub, belum ada satu pun pelaku pembakaran yang ditangkap terkait karhutla di Kaltim.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kehutahan (Kadishut) Kaltim Amrullah mengatakan, titik panas dari hari ke hari sangat fluktuatif. Ketika satu titik berhasil ditangani dan hilang, titik lain muncul lagi di tempat lain. Dia memastikan, pemerintah provinsi sudah menginstruksikan kepada seluruh Dinas Kehutanan kabupaten/kota se-Kaltim untuk melakukan pemadaman. Tidak hanya itu, patroli rutin dilakukan. Mengingat, semua UPTD memiliki wilayah yang cukup luas sehingga ketika ada kebakaran hutan dapat teratasi cepat.
“Kami akan terus bersiaga sampai musim hujan tiba. Hingga dipastikan tidak ada lagi kebakaran hutan,” tegasnya.
Dirinya meminta perusahaan yang beroperasi di Kaltim agar cepat tanggap. Melapor jika ada kebakaran dan ikut memadamkannya. (*/nyc/*/dq/jib/riz/k16)