JAKARTA - Pemerintah sudah berupaya keras memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pemicu bencana asap. Namun Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo upaya tersebut tidak efektif. Dia berharap hujan segera turun untuk memadamkan api.
Hingga kemarin, api masih terus berkobar di Kalimantan dan Sumatera. Kabut asap masih pekat menyelimuti kota-kota di provinsi Riau, Jambi, Kalteng, Kalbar maupun Kalsel. Data dari laman modis LAPAN menunjukkan total 2322 hotspot.
Data yang dihimpun BNPB per 16 September pukul 16.00 WIB kemarin menunjukkan angka kualitas udara PM 2,5 di Kalimantan Tengah yang menyentuh angka psikologis hingga 2000. Dengan kategori berbahaya. Disusul Provinsi Riau dengan angka 339. Masih dalam taraf berbahaya. Sementara provinsi lainnya berada di angka 100-150 dengan kategori tidak sehat.
Perkembangan penanganan karhutla dipaparkan Doni di Komisi VIII DPR kemarin (16/9). Dia mengatakan ada peningkatan jumlah titik panas di enam provinsi. "Hotspot terbesar di NTT," katanya. Namun karena lahan yang terbakar di NTT adalah lahan mineral, tidak sampai menimbulkan asap. Berbeda dengan kasus karhutla area gambut di Sumatera atau Kalimantan.
Dia mengatakan luas lahan yang terbakar di Riau mencapai 49 ribu hektar. Dimana 40 ribu hektar diantaranya adalah lahan gambut. Secara nasional ada 89 ribu hektar lahan gambut yang terbakar. Kebakaran lahan gambut itu menimbulkan asap luar biasa.
"Sebanyak 99 persen (karhutla, Red) perbuatan manusia. 80 persen (lahan bekas karhutla, Red) berubah jadi perkebunan perorangan atau korporasi," katanya. Doni mengatakan BNPB sudah mengalokasikan 42 helikopter water bombing. Kemudian juga melakukan modifikasi cuaca supaya turun hujan.
Namun dia menegaskan kekuatan helikopter water bombing tidak serta merta membuat mamadamkan api. Dia mengatakan lahan gambut baru padam jika materialnya sudah menjadi seperti bubur. "Ada teknologi modifikasi cuaca. Tingkat keberhasilannya juga minim," jelasnya. Setelah sekian ton garam ditabur, sempat turun hujan pada 12-13 September. Sayangnya hujan yang turun tidak banyak. Alias intensitasnya kecil.
Doni mengatakan mendapatkan informasi dari BMKG terkait potensi hujan di lokasi karhutla. "Hari ini (kemarin, Red) ada peluang hujan di Riau. Sehingga besok (hari ini, Red) atau lusa bisa turun hujan," katanya.
Doni menegaskan saat ini bukan saatnya saling menyalahkan. Tapi waktunya bahu-membahu menekan asap akibat karhutla. Sambil berdoa supaya hujan segera turun. Karena dia menegaskan hanya hujan yang dapat memadamkan karhutla secara massif.
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan opsi evakuasi bagi anak-anak di wilayah terdampak asap. Desakan ini menyusul adanya berita kematian bayi usia empat bulan yang diduga sesak napas akibat asap.
"Terutama di bawah tiga tahun ya," katanya ditemui di Kantor Kominfo, Jakarta, kemarin (16/9).
Pada rentang umur tersebut, lanjut dia, ukuran paru-paru masih kecil. Sehingga, begitu terpapar asap maka langsung batuk-batuk dan susah bernapas. "Ini yang harus dievakuasi," katanya.
Pemerintah daerah (pemda) diminta menyiapkan lokasi yang aman dari asap. Jika tidak memungkinkan, pemda setempat bisa berkoordinasi dengan pemda-pemda sekitar yang lokasinya lebih sedikit paparan asap untuk evakuasi. "Ini kan sama kayak gunung berapi, asapnya itu. Bisa koordinasi dengan pemda satu provinsi. Kalau tidak, antar provinsi. Yang pasti pemerintah harus evakuasi," ungkapnya.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta mensupport masker, oksigen, dan obat-obatan. Penanganan ISPA harus jadi fokus utama. "Merubah oksigen tentu tidak mudah. Tapi lewat pemberian masker, pemberian kantong oksigen, dan tabung oksigen di rumah dan rumah sakit," katanya.
Dia juga mengapresiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang sudah mengambil langkah tepat untuk meliburkan kegiatan sekolah. Dengan begitu, anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah ketimbang di luar. Artinya, paparan asap dapat lebih diminimalisir.