Kenaikan Harga Jual Eceran Rokok 35 Persen Diminta Dievaluasi

- Senin, 16 September 2019 | 11:38 WIB

JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen mulai tahun depan mendapat respons  negatif dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI). Kenaikan tarif yang berdampak terkereknya harga jual eceran rokok hingga 35 persen dinilai memiliki risiko yang tidak sederhana.

Ketua Bidang Media AMTI, Hananto Wibisono mengatakan, kenaikan cukai terlalu jauh dari angka inflasi dan asumsi pertumbuhan ekonomi. Dalam RAPBN 2020, asumsi inflasi ditargetkan 3,1 persen, sementara asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen. Nah, jika kenaikan cukai mencapai 23 persen, dia menilai bisa berdampak serius pada pelaku industri hasil tembaku (IHT). "Kami meminta p emerintah untuk mempertimbangkan keberlangsungan para pemangku kepentingan IHT," ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (15/9).

Dia mengingatkan, saat ini sektor IHT merupakan industri legal yang masih menjadi tumpuan hidup lebih dari 6 juta orang. Jika terjadi guncangan terhadap industri IHT, maka akan berdampak pada petani dan kelompok pekerja. Selain itu, setiap tahun pemerintah mengandalkan produk hasil tembakau untuk memenuhi target penerimaan perpajakan. Apabila dihitung secara keseluruhan, mulai dari cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) hasil tembakau, ditambah pajak rokok, kontribusinya terhadap penerimaan perpajakan rata-rata setiap tahun mencapai 13,1 persen.

Lebih lanjut lagi, kenaikan cukai juga belum tentu meminimalisasi konsumsi rokok. Sebaliknya, justru menjadi stimulant pertumbuhan rokok ilegal. Jika rokok ilegal marajalela, kata dia, maka semua pihak akan dirugikan. Mulai dari pabrikan rokok legal, para pekerjanya, serta para petani tembaku dan cengkih. "Pemerintah juga akan dirugikan karena rokok ilegal tidak membayar cukai," imbuhnya.

Padahal, target penerimaan dari cukai hasil tembakau sebesar Rp 171,9 triliun pada tahun 2020. Sebaiknya, lanjut Hananto, pemerintah melibatkan petani, pekerja dan pelaku IHT dalam perumusan kebijakan dan perundang-undangan yang memengaruhi keberlangsungan IHT.

Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menambahkan, keputusan pemerintah menaikan cukai rokok 23 persen akan memberatkan pelaku IHT. Terlebih, kenaikan cukai itu akan berdampak pada naiknya harga jual eceran rokok sebesar 35 persen. Henry mengeluhkan, keputusan kenaikan cukai ini tidak pernah dikomunikasikan dengan kalangan industri.

“Selama ini informasi yang kami terima rencana kenaikan cukai di kisaran 10 persen. Angka yang moderat bagi kami, meski berat,” kata Henry. Rata-rata, setiap tahunnya cukai rokok memang mengalami kenaikan sekitar 10-11 persen. Namun tahun lalu tarif cukai rokok tidak naik.

Kenaikan cukai rokok dan harga jual eceran yang agak drastic ini akan memaksa pelaku IHT menyetor cukai dalam jumlah yang besar. Diperkirakan pada tahun depan cukai yang disetorkan pelaku industry kepada pemerintah mencapai Rp 185 triliun. Sementara tahun ini target cukai Rp 157 triliun.

Artinya kemungkinan aka nada kenaikan penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp 28 triliun pada tahun depan. Di samping cukai, kata Henry, pelaku industry juga masih dibebankan pajak rokok 10 persen serta dan PPN 9,1 persen dari harga jual eceran. “Dengan demikian setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp 200 triliun. Belum pernah terjadi kenaikan cukai dan harga jual eceran yang sebesar ini. Benar-benar di luar nalar kami,” keluhnya.

Selain itu, pelaku IHT saat ini juga menghadapi situasi pasar yang masih lesu. Henry mengkhawatirkan produksi yang kian turun seiring pendapatan yang berkurang, karena harga rokok tambah mahal. Hal ini akan berakibat pada menurunnya penyerapan tembakau dan cengkih, serta dampak pada menurunnya serapan tenaga kerja.

“Kelihatannya memang pemerintah tidak peduli pada industri hasil tembakau. Tidak memperhatikan nasib tenaga kerja dan petani tembakau dan cengkih. Kami tidak bisa membayangkan kesulitan yang akan kami hadapi ke depan,” tukasnya. (far/rin)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X