PEMILU tiga kali dalam setahun bukan pilihan. Siapa pun yang memenangkan pemilu Selasa nanti (17/9) harus bisa membentuk pemerintahan. Entah itu kelompok sayap kanan yang dipimpin Benjamin Netanyahu atau moderat yang digawangi Benny Gantz.
Pernyataan kontroversial Netanyahu yang ingin menduduki Lembah Jordan dan Laut Mati Utara membuka peluang bagi Gantz untuk mendapatkan dukungan dari penduduk Arab Israel. Warga Arab Israel adalah penduduk Palestina yang tetap tinggal di tanahnya setelah pembentukan negara Israel pada 1948. Mereka mengantongi kewarganegaraan Israel.
’’Hanya Gantz yang bisa melakukannya (melengserkan Netanyahu, Red),’’ ujar Jouma Masri, penduduk Shefa Amr, seperti dikutip Agence France-Presse. Shefa Amr adalah wilayah Israel yang mayoritas penduduknya warga Arab.
Di Israel biasanya penduduk memilih kandidat berdasar etnis. Orang-orang Arab akan memilih kandidat Arab dan warga Yahudi memilih kandidat Yahudi. Namun, pada pemilu kali ini berbeda.
Masri dan penduduk Arab Israel lainnya ingin perubahan. Mereka tidak yakin koalisi Joint List yang merupakan gabungan partai-partai Arab bakal meraup banyak suara dan menggulingkan Netanyahu. Berdasar berbagai polling, mereka hanya akan mendapat 12 di antara 120 kursi.
Karena itulah, Masri berpendapat bahwa memberikan suara kepada mereka akan sia-sia. Netanyahu bakal tetap berkuasa dan bertindak sewenang-wenang. Dengan demikian, mereka menumpukan harapan kepada Gantz.
Tentu tak semua setuju dengan Masri. Penduduk Arab Israel masih menyimpan dendam terhadap Gantz yang membantai penduduk Palestina dalam perang Gaza 2014. Kala itu Gantz adalah kepala angkatan bersenjata Israel.
Ada 1,8 juta warga Arab di Israel. Meski berstatus warga negara Israel, mereka kerap didiskriminasi. Mulai pelayanan publik, permukiman, hingga kesempatan kerja. Biasanya, penduduk Arab enggan memberikan suara saat pemilu berlangsung. Hanya 48 persen dari warga Arab Israel yang memberikan suara dalam pemilu sebelumnya.
Partai-partai Arab terbelah di pemilu April lalu. Kini mereka bersatu dengan harapan bisa mengikis sentimen negatif seperti yang dimiliki Masri dan mengulang kesuksesan Pemilu 2015. Kala itu mereka menjadi kelompok terbesar ketiga di Knesset alias parlemen Israel.
Beberapa penduduk Yahudi justru memberikan suara ke koalisi Joint List. Meron Rapoport, penduduk Tel Aviv, adalah salah satunya. Dia menginginkan perwakilan Arab di parlemen bertambah. Ada 5 ribu orang Yahudi yang memberikan suara ke partai-partai Arab April lalu. Jumlah itu dirasa masih kecil.
’’Hal terakhir yang bisa saya lakukan adalah memberikan suara ke minoritas untuk mengakhiri pendudukan dan menciptakan negara Palestina,’’ tegas Rapoport. (sha/c12/dos)