Berbincang dengan Programmer Gim, Our Last Stand: The Arena

- Sabtu, 14 September 2019 | 23:33 WIB

BERLARI dalam lingkungan mayat hidup. Sembari memecahkan teka-teki untuk bertahan hidup. Konsep game indie yang diciptakan Habib Abdullah Wahyudi banyak terinspirasi dari kisah nyata. Ditambah dengan bumbu horor yang menegangkan.

 

Gamenya Our Last Stand: A Way Home, sudah menembus angka 15 ribu pengunduh. Jaket merah yang melekat itu tidak bisa terpisah dari dirinya. Bahkan, karakter dalam game ciptaannya itu pun menggunakan jaket merah.

Lokasi tempat yang ada dalam game PC tersebut disebut Rendah. "Setting dalam game itu ada tiga, kota Rendah sendiri dari kata Samarendah, lalu ada Tenggarong, dan Balikpapan," ungkap mahasiswa semester 3 Jurusan Sistem Informasi, STMIK WiCiDa itu.

Dia juga mengungkapkan pembuatan Our Last Stand: The Arena adalah game pertama yang dia ciptakan. Butuh waktu setahun dalam menggarap game pertamanya seorang diri. Saat itu, dia belum memahami bahasa pemrograman dengan baik. "Sering buka tutorial dan buku-buku waktu buat The Arena itu," ungkapnya.

Untuk game keduanya masih dengan konsep yang sama seperti The Arena. A Way Home tidak memerlukan waktu lama saat digarap.

"Untuk seri kedua Our Last Stand butuh 8 bulan karena digarap bersama. Tapi sekarang anggotanya banyak yang gak aktif," ujar pemuda yang masih single itu.

Nusantara Free Creative adalah grup yang dimaksudnya. Walau sekarang sedikit sulit mengumpulkan anggotanya. Dia bertekad untuk terus mengembangkan game-nya itu.

"Saya sendiri berharap untuk Samarinda ke depannya lebih banyak yang tertarik dengan pembuatan game," lanjutnya.

Dia merasa masih banyak muda-mudi di Kota Tepian yang lebih tertarik menjadi pemain game. Ketimbang milenial di Pulau Jawa. Saat dia membuka stan di Bali International World Conference Creative Economy pada 2018, maupun Bekraf Game Prime Asia di Jakarta Juli lalu. Dia merasa lebih nyambung saat berbicara dengan mereka terkait pembuatan game PC.

Suparmin, kabid Aplikasi Layanan e-Government Diskominfo Kota Samarinda, merasa tingkat pengembang game belum banyak di Samarinda. “Kalau di sini muda-mudinya banyak menjadi pengembang aplikasi sistem dan web,” ungkapnya, beberapa waktu lalu.

Untuk meningkatkan kualitas SDM dalam bidang pembuatan game maupun teknologi informasi, sudah mulainya lewat berbagai kompetisi. Misalnya, lewat Hackathon. “Kegiatannya dimulai dari 2018, dan memang pesertanya lebih banyak pengembang sistem, hingga Agustus lalu,” jelasnya.

Pastinya untuk mengembangkan SDM akan selalu digelar pelatihan, kompetisi, atau kegiatan. Suparmin juga yakin akan ada Habib lainnya di Kota Tepian ini, untuk ke depannya. (*/yui/dns/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X